Khotbah Minggu, 24 Oktober 2010
Minggu Trinitas 22, Warna Hijau.
Bacaan : Kejadian 4:8-16
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus.
Ada beberapa ungkapan yang mengatakan bahwa lain kepala lain pikiran, lain mata lain cara pandang, mesti sedarah namun belum tentu searah. Kenyataan ini seharusnya disadari oleh keluarga-keluarga masa kini sebagai berkat Tuhan dalam warna-warni hidup berkeluarga. Mengapa demikian? Perbedaan dalam keluarga jika dikelola dengan baik oleh tiap anggota keluarga dapat mencegah konflik dalam keluarga yang sering terjadi akhir-akhir ini, baik itu konflik antara suami dengan istri, orang tua dan anak, mertua dan menantu, saudara kandung dengan kerabat, dan sebagainya. Singkat kata setiap keluarga yang berupaya memahami dan mensyukuri perbedaan diantara anggota keluarganya, adalah keluarga yang dapat merayakan perbedaan itu sebagai anugerah yang indah.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus
Ada sebuah cerita; di sebelah barat Laut Mati, tepatnya bagian selatan dari Gunung Hebron, tinggallah suku Kaini yang menghuni daratan itu puluhan ribu tahun yang lalu, cerita dari waktu kewaktu dan masa kemasa, menegaskan kepada anak cucu bahwa mereka merupakan bagian dari 12 suku bangsa Israel. Sampai saat ini suku Kaini mengenal cerita rakyat yang dipercayai berasal dari para leluhur mereka, cerita tersebut menceritakan tentang pertengkaran berdarah nenek moyang mereka, yakni antara Kain dan Habel. Dalam bahasa Ibrani Kain disebut Qaniti yang berarti Aku telah mendapatkan pertolongan Tuhan, sedangkan Habel dalam bahasa Ibrani disebut Heberl, yang berarti Hembusan angin.
Habel adalah adik Kain, Habel menjadi Gembala domba, Kain menjadi petani, sampai saat ini masyarakat perbatasan Palestina tetap mepertahankan dua pekerjaan leluhur mereka, yakni Pertanian (Fellakh) dan Peternakan (Nemoad). Kain merasa iri dengan Habel, bukan karena persembahannya diindahkan Tuhan, tetapi karena Kain sebagai kakak tidak mau disaingi, iri hati yang terpendam dalam diri Kain tidak mampu diredam lagi, akhirnya Kain membunuh Habel adiknya itu. Oleh karena perbuatan Kain, Allah telah membuat keputusan yang adil, yakni memberikan tempat perenungan kepada Kain. Bukan karena Hukuman Allah, tetapi agar Kain mengerti dan menghargai perbedaan. Kain tidak sendiri, Kain membawa saudara perempuannya lalu pergi meninggalkan ayah dan ibunya. Kini suku Kaini adalah bagian dari dirinya, mereka berpindah dari timur ke utara, dari padang gurun sampai sebelah barat Laut Mati.
Walaupun Habel adalah adik Kain, tetapi mereka tidak beribadah bersama-sama, ketika mempersembahkan hasil tanaman dan hewan, mereka melakukannya secara terpisah, perbedaan pekerjaan itu telah memisahkan ibadah mereka. Sebagai kakak Kain tidak mau disaingi dalam segala hal. Ia harus menjadi yang terbaik. Perbedaan antara kakak dan adik telah menjadi persaingan yang tidak sehat, saudara sekandung telah menjadi musuh abadi, dan akhirnya dibunuhlah Habel. Kini Kain mengadakan permusuhan dengan Habel dan ketika Tuhan bertanya; “Dimana Habel adik mu itu?” Kain menjawab: ”aku tidak tahu, apakah aku penjaga adik ku!”. Kita bisa membayangkan seandainya Kain menyesal, bertelut, bahkan berurai air mata, seperti film India, mungkin ending ceritanya akan berbeda. Tetapi faktanya Kain malah menyalahkan Tuhan, padahal Tuhan sudah mengingatkan Kain “ Apakah mukamu tidak akan berseri, dosa sudah mengintip di depan pintu, ia sangat menggoda engkau, dan engkau harus berkuasa atasnya”.
Hubungan cinta kasih dalam keluarga merupakan harmoninya kehidupan, tetapi melalui kisah Kain dan Habel kita mendapat gambaran bahwa cinta kasih itu telah terhalangi dosa, lihatlah bagaimana Kain setelah membunuh adiknya, tidak ada penyesalan, tidak ada perasaan sedih karena kehilangan, tidak ada beban dan ketakutan.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus,
Kita pernah melihat dua anak kembar mengenakan baju yang sama, dari warna dan gambarnya serupa. Kita sering mendengar artis-artis bercerai dengan alasan prinsip kami berbeda! Padahal ketidak mampuan mengelola perbedaan itu persoalannya. Kita sering menggunakan sandal, ada yang ujungnya menekuk kekanan dan ada yang menekuk kekiri, meskipun berbeda tetap terasa enak di gunakannya. Sebaliknya, coba sama-sama sebelah kiri, atau sama-sama sebelah kanan, tentu rasanya berbeda, jadi “sama itu baik, tetapi berbeda juga indah”.
Dalam kehidupan lingkungan kita, maupun dalam acara reality show RCTI masihkah kau mencintai ku, kita mendapatkan gambaran bahwa ada begitu banyak keluarga yang tidak mampu memahami perbedaan, padahal seharusnya tiap anggota keluarga dapat mensyukuri perbedaan yang patut dirayakan sebagai anugerah.
Nats ini bukan hanya persoalan persembahan saja, tetapi ketidak siapan kita untuk berbeda, jadi akhir kata “sama” itu baik tetapi “berbeda” itu indah, mari kita memahami dan mensyukuri perbedaan dalam anggota keluarga, serta mengelola perbedaan sebagai potensi positif dalam membangun citra keluarga. Amin.
Nats Pembimbing : Mazmur 46:9-12
Berita Anugerah : Filipi 2 : 1-2
Nats Persembahan : Amsal 11:24-25
Nyanyian : KJ. 322:1-5, PKJ. 212, PKJ.85:1-2, KJ.37b :1 + 3, PKJ.200, PKJ. 216:1-, KJ. KJ. 411:1-3