MEMBACA SEJARAH KOMUNITAS – MEMAKNAI ARAH MENGGEREJA GKSBS

Sebuah upaya membangun kesadaran eklesiologis, misiologis dan arah menggereja …….. [bagian 1]
Oleh: Pdt. Kristanto Budiprabowo

 PENDAHULUAN

Umum dipahami bahwa sejarah Gereja berdiri sendiri dan lepas dari sejarah umum yang terjadi di sekitarnya. Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di luar Gereja diakui, namun hanya dijadikan patokan waktu atau gambaran latar belakang bagi sejarah Gereja. Hal ini diakui bersama karena sejarah Gereja selalu dikaitkan dengan sejarah Iman yang melampaui dan melebihi pentingnya sejarah hidup yang nyata. Catatan-catatan penting yang disediakan oleh sejarah gereja lebih banyak menonjolkan pada bagaimana umat beriman menjalani hidupnya di dalam sejarah dunia ini.

Tulisan ini berdasarkan pada asumsi bahwa sejarah memiliki dimensi yang tidak tunggal dan justru menjadi bermakna jika ditafsirkan ulang melalui beragam cara pandang yang berbeda. Selanjutnya tulisan ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa setiap komunitas, termasuk komunitas Beriman terlibat secara aktif dan memiliki hak yang penuh untuk menafsirkan, memahami, menyusun kembali, dan menentukan arah masa depan sejarahnya. Oleh karena itu hal-hal penting yang akan menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini adalah mengenai, pertama, bagaimana sebuah komunitas membaca sejarah. Kedua, kita akan menggunakan cara tersebut untuk menyoroti bagaimana sejarah GKSBS juga dapat dibaca dan dipahami melalui beragam perspektif yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya, namun juga tidak bisa dipaksakan adanya satu-satunya cara resmi Gereja memahami dirinya. Ketiga, setelah kita melihat bagaimana dinamika memahami sejarah GKSBS kita akan secara khusus menganalisa tentang “Arah Menggereja” yang nampak dalam sejarah GKSBS tersebut. Dan akhirnya kita akan membuat refleksi umum untuk mencoba meraba bagaimana GKSBS membayangkan arah menggerejanya menuju masa depan.

“Cara sebuah komunitas memahami sejarahnya menentukan caranya memahami diri, lingkungan dan masa depannya. Pemahaman sebuah komunitas terhadap sejarah tersbut juga mempengaruhi caranya membangun nilai-nilai bersama.

GKSBS adalah sebuah komunitas yang terbangun dalam sejarah yang penuh dinamika. Agar eklesiologi, misiologi dan arah bergereja dapat terus dimaknai, GKSBS dapat mengevaluasi caranya memahami sejarah.”
MEMBACA SEJARAH KOMUNITAS

Setiap orang yang senang membaca buku sejarah akan tercengang ketika mengetahui bahwa sekalipun keseluruhan data yang ada di dalamnya akurat namun pada saat data tersebut diramu dan dicoba ditafsirkan hasilnya belum tentu benar. Artinya, secara sederhana dapat dilihat bahwa memahami sejarah tidaklah semata-mata tergantung pada ketersediaan data namun juga tergantung pada beragam aspek lain. Salah satu aspek terpenting dalam memahami sejarah adalah perasaan komunitas (kondisi sosio-psikologis pelaku dan penerima dampak sebuah sejarah).

Sebagai sebuah contoh, mari kita secara khusus menggunakan peristiwa sejarah yang tidak bisa dipungkiri oleh semua pihak yang ada di SUMBAGSEL, yaitu peristiwa sejarah transmigrasi. Menengok sejarah transmigrasi, tentulah tidak sekedar melihat data dan fakta mengenai jumlah orang, luas lahan, tahun terjadinya, situasi ekonomi Negara, atau situasi politik bangsa. Menengok peristiwa transmigrasi adalah menengok sejarah terbentuknya sebuah komunitas baru di tengah komunitas lain dalam keseluruhan aspek hidupnya.
Beberapa kecenderungan yang muncul ketika kita membaca sejarah komunitas diantaranya adalah:

[1]Sejarah disusun sebagai kisah tentang para pemenang. Dalam sejarah transmigrasi, yang paling menonjol menjadi catatan sejarah adalah bagaimana kemenangan pemerintah pusat (dengan cara-cara entah memanipulasi, entah menekan dan memaksa, entah menipu) terhadap masyarakat adat setempat. Sehingga tercatatlah dalam ingatan generasi sekarang bahwa sejarah transmigrasi terjadi karena tersedia tahan tidak produktif di Sumbagsel yang dihuni oleh masarakat yang kurang memiliki ketrampilan bertani secara intensif. Keadaan itu membutuhkan kedatangan orang-orang Jawa yang tahu bagaimana membuat tanah menjadi produktif dan memiliki ketrampilan memadahi untuk mengelola system pertanian dengan baik.

Diantara para transmigran sekalipun, umum dipahami bahwa mereka adalah para pejuang “hidup baru” yang berhasil membangun peradaban baru, dan sukses menghasilkan generasi baru yang berprestasi. Kisah transmigrasi adalah kisah kemenangan para transmigran menaklukkan lingkungan alam yang baru, menghancurkan hutan angker penuh roh-roh jahat, membantai binatang-binatang buas dan hama (seperti babi hutan, Gajah, dan Harimau Sumatra), dan secara ekonomis melesat jauh lebih cepat dari penduduk lokal. Di antara komunitas transmigran sendiri, yang menjadi focus pencatatan sejarah, dengan data yang benar akurat, adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh para pemenang, dialami oleh orang-orang yang berhasil, orang sukses.
Kisah yang berbeda, misalnya bagaimana para transmigran itu harus mengorbankan sisi manusiawi keramahannya terhadap penduduk local demi sebuah keberhasilan ekonomis jarang menjadi perhatian. Kisah tentang berapa banyak transmigran yang sress, gagal, gila, kembali ke Jawa, bunuh diri, dan sebagainya bukanlah sesuatu yang penting bagi sebuah catatan sejarah.
Saya tidak hendak membandingkan mana yang lebih benar, karena keduanya tentu dapat ditemui kebenarannya di tengah-tengah komunitas dan membutuhkan klarifikasi ulang untuk benar-benar mendapatkan gambaran yang menyeluruh. Yang ingin saya perlihatkan disini adalah bahwa sejarah bukan hanya milik para pemenang. Dalam sebuah komunitas, penting disadari untuk secara seimbang memperhatikan kecenderungan para saksi sejarah dan para pencatat sejarah untuk hanya mendokumentasikan peristiwa-peristiwa dari satu sisi saja.

[2] Sejarah adalah alat propaganda. Peristiwa transmigrasi sering diiklankan dan diakui oleh pemerintah sebagai sebuah keputusan geo-politis yang tepat. Sehingga memberi kesan bahwa hanya pemerintahlah yang mampu mengatasi persoalan kependudukan dan pemanfaatan sumber daya alam serta manusia yang tidak seimbang dalam komunitas. Masyarakat sering menjadi tidak sadar bahwa tiap-tiap komunitas memiliki kearifan sendiri bagaimana berhadapan dengan persoalan-persoalan hidup mereka termasuk terhadap masalah kependudukan dan pemanfaatan sumber daya.

Sejarah selalu ditulis dengan tujuan tertentu. Umumnya tujuan paling menonjol adalah dalam rangka mempertahankan kemapanan dan status quo entah itu yang berada dalam struktur kekuasaan, maupun yang berada dalam system politik dan ekonomi yang digunakan. Tidak jarang aspek budaya juga dilibatkan dalam rangka mempertahankan status quo tersebut. Setidaknya hal ini nampak dalam banyak usaha lembaga agama untuk mencegah terjadinya inisiatif baru dan inovasi yang visioner.
Yang terpenting untuk dilihat disini adalah bahwa tiap sejarah memiliki kekuatan untuk membentuk mentalitas dan sikap hidup anggota komunitas. Bahkan bisa menjadikan orang kehilangan sikap kritis dan inovatif yang dimilikinya.

[3] Sejarah selalu bermata ganda, dia dapat merupakan usaha untuk mengingat (memorizing) maupun mengenang (romantizing). Tidak jarang orang senang mengingat peristiwa ideal di masa lalu dan mengenangnya seolah peristiwa itu bisa terjadi lagi atau bisa diusahakan terjadi kembali. Tidak jarang dalam lingkungan para transmigran masih terdengar komentar bahwa “tanah masih luas” untuk digunakan menjadi lahan pertanian. Dalam lingkungan gereja orang sering mengenang betapa nyamannya dulu ada program-program peningkatan ekonomi jemaat yang mendapat support dana segar langsung dari Sinode (dari mitra gereja Belanda).

Di sini nampak bahwa penting untuk disadari sifat ganda sebuah sejarah. Pada saat kita berusaha mengingat sebuah peristiwa, sadar atau tidak, kita juga mengenangnya dan membangun ideal tertentu terhadap kondisi hidup saat ini.

[4] Sejarah membentuk identitas. Bahkan ada asumsi bahwa keseluruhan identitas orang adalah masa lalunya. Masa lalu dianggap sebagai patokan terpenting untuk melihat siapa diri kita di masa sekarang. Sejarah dianggap sebagai sebuah dokumen terpenting untuk membangun jati diri sebuah komunitas saat ini.

Memang, sejarah dalam kaitannya dengan pembentukan identitas merupakan hal yang penting. Namun dia bukanlah satu-satunya. Di era teknologi informasi yang sudah berkembang pesat saat ini, sejarah hanya merupakan bagian yang tidak terlalu penting bagi pembentukan identitas. Orang bisa dengan leluasa mengadopsi, meminjam, bahkan membeli unsure-unsur pembentuk identitas bagi masa depannya yang lebih baik. Contohnya, international school yang akhir-akhir ini mewabah, adalah sebuah usaha lompatan sejarah dari model pendidikan yang sarat dengan nuansa tradisi menuju pada sebuah system terstandartisasi international. Banyak gereja yang dengan sukacita menggunakan irama pop dalam menyanyikan semua lagu gerejawi, lagu hymne sekalipun.
Sejarah membentuk identitas dan menghasilkan nilai-nilai terpenting komunitas. Namun bukan berarti bahwa identitas tergantung pada sejarah hidup komunitas tersebut. Yang penting disini adalah bagaimana sejarah itu membentuk identitas terutama dalam hal meninggalkan dan menghasilkan nilai-nilai utama dalam komunitas yang secara dinamis terus dihayati oleh tiap anggota komunitas.
……bersambung ke bagian 2
Silakan dibagi

3 thoughts on “MEMBACA SEJARAH KOMUNITAS – MEMAKNAI ARAH MENGGEREJA GKSBS

  1. II. SEJARAH SINGKAT GKSBS SUMBERHADI

    GKSBS Sumberhadi sebelum tahun 1996 bernama GKL Sumberhadi. Semula merupakan bagian dari jemaat GKL Sribhawono dan diresmikan menjadi jemaat dewasa , pada tanggal 20 April 1978. Pada awal berdirinya, jemaat ini merupakan sekelompok kecil (66 KK) dan berada di tempat yang terpencil (di pelosok pedesaan, jauh dari jalur jalan raya). Tetapi justru karena kecil dan terpencil itu, jemaat GKSBS Sumberhadi memiliki hasrat yang kuat untuk mendapat pengakuan dengan cara tampil mempengaruhi kehidupan di sekitarnya. Dengan cara dan gayanya yang khas, GKSBS Sumberhadi berupaya merebut posisi-posisi strategis dalam mempengaruhi perubahan dalam kehidupan bergereja maupun bermasyarakat. Kesediaan untuk memilih tujuan berdasarkan peluang-peluang yang ada dan memilih cara mencapai tujuan berdasarkan sumber daya yang dimilikinya, telah menjadikan GKSBS Sumberhadi bisa lincah menapaki sejarah kehidupannya dan berdampak bagi dunia sekitarnya.

    Keunggulan yang patut dibanggakan oleh GKSBS Sumberhadi adalah keyakinan para warga jemaat akan anugerah Tuhan. Keyakinan akan anugerah Tuhan itu telah membuat GKSBS Sumberhadi memiliki rasa percaya diri dan keberanian untuk menetapkan tujuan-tujuan yang melampaui keadaan dan kemampuan dirinya. Selalu ada keberanian untuk berusaha meraih tujuan-tujuan. Selalu ada harapan jika menghadapi kesulitan-kesulitan. Selalu mendapatkan inspirasi untuk menemukan jalan keluar dari setiap persoalan. Sehingga tetap percaya kalau, Tuhan beserta kita.

    Telah banyak berkat Tuhan yang dirasakan dan dialami jemaat GKSBS Sumberhadi dalam menapakii perjalanan sejarahnya. Ada berbagai hal yang bisa disebut keberhasilan dan patut dibanggakan. Dalam tulisan ini, ada beberapa hal yang penting yang perlu disampaikan, karena dianggap sangat berpengaruh dalam kehidupan jemaat GKSBS Sumberhadi, yaitu:

    a. Arah menggereja
    GKSBS Sumberhadi dengan gaya dan caranya yang khas telah mencoba terus konsisten dan setia dengan tema-tema besar sinode GKSBS. Tema itu oleh majelis jemaat bersama para warga jemaat digunakan sebagai landasan untuk membangun citra diri GKSBS Sumberhadi. Majelis Jemaat GKSBS Sumberhadi selalu menetapkan arah bergereja GKSBS Sumberhadi berdasarkan tema-tema yang dirumuskan oleh Sidang Sinode. Karena itu, selalu dibuat perencanaan yang sesuai dengan arah yang ditetapkan Sinode. Seiring dengan Rencana Strategis Sinode GKSBS 2002-2010, GKSBS Sumberhadi juga telah berupaya menyusun Rencana Strategis 2003 – 2011, yang diupayakan searah dengan Rencana Strategis Sinode GKSBS.

    b. Pembangunan Jemaat
    Sesuai dengan Rencana Strategis 2003-2011, Majelis Jemaat GKSBS Sumberhadi melaksanakan program pembangunan jemaat dengan menetapkan 4 (empat) bidang kehidupan berjemaat yaitu:

    1) Bidang Persekutuan
    Membangun kehidupan berjemaat yang taat kepada Allah, memiliki ikatan persaudaraan yang hangat, dan kesejahteraan warga jemaat semakin meningkat.
    2) Bidang Pelayanan
    Membangun kehidupan berjemaat yang memberlakukan pemeliharaan Allah, sehingga kehidupan bersama dialami dengan semangat kepedulian dan keberpihakan kepada mereka yang membutuhkan bantuan
    3) Bidang Kesaksian dan Pelayanan
    Membangun kehidupan berjemaat yang memasyurkan karya Allah yang menyelamatkan manusia, bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan dunia yang lebih berpengharapan.
    4) Bidang pengorganisasian
    Membangun kehidupan jemaat yang memiliki sistim organisasi yang kuat, yang dijalankan oleh orang-orang yang cakap, dan didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga dapat bekerja secara efisien dan efektif.
    c. Kepemimpinan yang memberdayakan dan mempersatukan
    Jemaat GKSBS Sumberhadi telah berhasil membangun kultur kepemimpinan yang bisa berfungsi efektif. Hal itu telah terbukti dalam perjalanan sejarahnya, yang ditandai oleh:
    1) Pergantian personalia pejabat gerejawi(termasuk pendeta) dapat berlangsung dengan mudah dan tidak menimbulkan konflik.
    2) Pembiakan Jemaat dapat berlangsung dengan baik. Pendewasaan GKSBS Labuhan Ratu 21 Pebruari 1998, dan Pendewasaan GKSBS Gunung Balak 10 Oktober 2010.
    3) Memiliki pengaruh yang kuat pada masyarakat sekitar dan juga klasis Sribhawono.

    d. Pencitraan diri sebagai Gereja Para Pelayan
    Dalam merefleksikan perjalanan sejarah hidupnya, GKSBS Sumberhadi sampai pada kesadaran menemukan dirinya sebagai gereja yang selama ini telah melakukan berbagai bentuk pelayanan bagi warga jemaat maupun warga masyarakat. Pada tahap awal, GKSBS Sumberhadi mencitrakan dirinya sebagai saluran berkat bagi sesama (1978-2002). Selanjutnya GKSBS Sumberhadi mencitrakan dirinya sebagai Gereja yang memasyarakat (2003-2010). Sedangkan sejak 2011 yang lalu sampai dengan tahun 2020, GKSBS Sumberhadi mencitrakan dirinya sebagai Gereja Para Pelayan.

    Pencitraan diri sebagai saluran berkat bagi sesama diilhami oleh pergumulan terhadap panggilan Abraham pada Kejadian 12:3. Sedangkan menjadi Gereja yang memasyarakat diilhami oleh Injil Matius 5: 16. Akhirnya diilhami oleh Injil Markus 10:45, GKSBS Sumberhadi menetapkan pencitraan dirinya sebagai Gereja Para Pelayan. Dengan citra diri sebagai Gereja Para Pelayan, jemaat GKSBS Sumberhadi memahami arti dan tujuan hidupnya sebagai pelayan yang berperan menampilkan pelayanan Yesus Kristus di dunia ini.

    (Sebuah Contoh Saja…!!!)

  2. Perkenankanlah saya ingin memperkenalkan diri. Saya lulusan STT Dutawacana 1977. Sejak tahun 1990 bergabung dengan GPIB dan kini dalam 2 tahun terakhir lebih banyak membantu GKJTU sambil mengajar di Fak. Teologi dan Psikologi UKSW. Juga melayani di Pusat Konseling GKJTU. Selama hampir 10 tahun terakhir saya berspesialisasi dalam pendampingan dan konseling kedukaan. Walau hanya sebentar, saya pernah melayani di GKSBS (d/g GKL) Pringsewu dan GKSBS (dh/GKL) Semulijaya.
    Tanggal 10 – 12 Nopember ini saya akan ke Lampung mengunjungi 2 jemaat GPIB dan 1 jemaat GBKP di Bandarlampung. Semoga Tuhan Allah berkenan, sehingga saya dapat mengunjungi 1 atau dua jemaat GKSBS. GKSBS merupakan sebagian sejarah keluarga dan pelayanan kami selama ini.

Comments are closed.