Berita dari Melonguane, Talaud

PGI telah menyelenggarakan Sidang tahunan Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja Indonesia (MPL-PGI) pada tanggal 27-30 Januari 2012 di Talaud, Sulawesi Utara. Sidang ini diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Sinode Gereja Masehi Talaud atau biasa disebut Sinode GERMITA. Sidang ini diikuti oleh 62 Sinode dari 88 Sinode anggota PGI. Jumlah peserta sidang 160 orang dari PGIW, Mitra, MPH, BPP, Staf Eksekutif, Lembaga DN/ LN, peninjau, undangan, Narasumber, Sekretariat PGI.

Tema Sidang MPL PGI pada tahun ini, “Tuhan itu baik kepada semua orang”. Sub Tema: “Bersama-sama seluruh komponen bangsa mewujudkan masyrakat majemuk Indonesia yang berkeadaban, inklusif adil, damai dan demokratis”. Pikiran Pokok: “Merawat Nasionalisme dengan Memperkuat Wilayah-wilayah Perbatasan”. Pikiran pokok ini dilatarbelakangi Talaud sebagai tempat penyelenggaraan sidang adalah wilayah yang tidak kelihatan jelas dalam peta Indonesia, padahal di kabupaten inilah terdapat pulau Miangas yang berbatasan dengan Filipina. 

Dalam acara penutupan tanggal 30 Januari 2012, Pdt. Dr. A.A. Yewangoe memberikan sambutan dan menyampaikan hasil Sidang MPL-PGI. Dua keputusan penting dan strategis dalam persidangan ini adalah bahwa Gereja-gereja Indonesia mendesak penuntasan  kasus-kasus korupsi dan mendukung upaya KPK untuk memberantas korupsi. Keputusan penting kedua, PGI mendorong pemerintah agar memiliki dan mengembangkan pandangan bahwa wilayah perbatasan bukan sebagai wilayah pinggiran tetapi sebagai “muka” atau wilayah depan bangsa Indonesia. Untuk itulah wilayah perbatasan perlu diperhatikan pemerintah, lanjutnya di hadapan Bupati beserta puluhan pegawai pemda, jemaat dan peserta Sidang MPL – PGI. Dinyatakan juga, bahwa baru PGI sebagai sebuah lembaga keagamaan berbicara tentang perbatasan dan menghimbau agar gereja memelihara semangat kebangsaan. Diinformasikan bahwa Sidang MPL-PGI tahun 2013 akan dilaksanakan di Kupang NTT.

Majelis Pekerja Sinode mengutus Pdt. Christya Prihanto Poetro dalam persidangan MPL PGI di Talaud tersebut. Menurut informasinya, setelah berangkat dari Lampung tanggal 25 Januari sempat harus menginap di Menado selama tiga hari. Jadi, Pdt. Christya baru dapat bergabung dengan persidangan pada siang hari tanggal 28 Januari 2012. Perjalanan ke Talaud dari Manado memang harus terjadwal secara baik, sebab penyeberangan kapal 16 jam dari Menado setiap dua hari sekali. Jalur penerbangan dari Menado ke Talaud 1 kali penerbangan setiap hari dengan pesawat yang memuat 70 orang dan 30 orang. Itulah alasannya, sekalipun sidang sudah ditutup tanggal 30 Januari, Pdt. Christya tanggal 1 pebruari 2012 dapat jatah tiket perjalanan kembali dari Melonguane, Talaud ke Menado – Makasar– Jakarta. (Melonguane, 31 Januari 2012 pukul 01.53).

 

Silakan dibagi

1 thought on “Berita dari Melonguane, Talaud

  1. trimakasih atas informasi yang menarik mengenai pergumulan kebangsaan terutama masalah teritori. Sebagai gereja transmigran, tentunya kita memiliki refleksi yang penting dan perlu juga menjadi masukan bagi PGI. Pengalaman kita sebagai gereja transmigran yang di daerah tertentu tumbuh berlatarbelakang politik teritori seperti di daerah Air sugihan, Bangka-Belitung, dan tentu wilayah-wilayah transmigrasi lain yang berada di “muka” atau wilayah depan Indonesia ternyata telah menghasilkan persoalan-persoalan di luar prediksi antisipasi pemerintah. Wilayah pulau-pulau terluar Indonesia memang tentu perlu menjadi perhatian kita semua seluruh elemen bangsa. Namun sebagai gereja, penting untuk ditegaskan bahwa bukan teritorinyalah yang menjadi pertimbangan utamanya melainkan manusia yang ada di dalamnya.
    Munculnya komunitas minoritas yang merupakan konsekuensi langsung keberadaan wilayah-wilayah perbatasan adalah sebuah contoh yang perlu menjadi fokus perhatian pemerintah. Jadi pemerintah perlu ditolong agar memahami persoalan perbatasan dengan perspektif yang baru. Kalau persoalan pengakuan dan penghargaan terhadap kelompok minoritas saja pemerintah belum mampu membangun formula yang baik, tentu membicarakan teritori hanya memperlihatkan kerakusan daripada membangun identitas.
    Semoga akan ada yang menyambung diskusi ini.

Comments are closed.