Membangun RUMAH BERSAMA

Silakan dibagi

Oleh Pdt. Sri Yuliana, M.Th

 

Dari beberapa tahapan yang telah dilalui dalam rangka menyusun TG GKSBS, Tim Persiapan Materi Sidang X (Kontrakta) Sinode GKSBS di Jambi, untuk ketiga kalinya mengadakan diskusi bersama dalam bentuk Study Ilmiah Teologi dan Budaya GKSBS. Pertemuan kali ini secara khusus membahas tentang Metafor Rumah Bersama dari tinjauan teologis dan sosiologis. Tujuan dari diskusi ini adalah menggali dan memperkuat pondasi Eklesiologi GKSBS yang bermuara pada metaphor Rumah Bersama.

Mengapa Rumah Bersama penting? ST. Sunardi, sebagai narasumber dalam Studi Ilmiah itu, menjelaskan bahwa dari sejarah GKSBS yang diawali dengan hadirnya para transmigran di Sumatera, sesungguhnya merupakan upaya GKSBS untuk merumuskan kembali bentuk kebersamaan pada jaman ini – yang tidak hanya dalam konteks GKSBS, melainkan juga dalam masyarakat bahkan dunia secara umum. Ada dua paradigma kebersamaan dalam Rumah Bersama: pertama, Rumah Bersama dipahami bukan sebagai place (tempat), melainkan sebagai state of faith (situasi iman dimana setiap orang memiliki kerinduan untuk pulang). Ada kegairahan yang diungkapkan secara  terus-menerus. Peringatan akan pengalaman-pengalaman yang terus-menerus menggairahkan kita dalam  sejarah bersama. Rumah Bersama adalah spirit memanifestasi sebagai orang yang selalu dalam perjalanan (homo viator).

Kedua, Rumah Bersama memiliki hubungan social dengan orang-orang yang mengaktualisasikan dirinya dengan kebebasan dan keadilan. Ada nilai-nilai moral dan politis yang diperjuangkan bersama. GKSBS harus berani menjadi kelompok tandingan, yang mempresentasikan dirinya di tengah masyarakat sebagai yang “berbeda”. Maka, menurut ST. Sunardi, metaphor Rumah Bersama pasti pertama-tama bukan bicara soal tempat, tetapi soal hasrat/kerinduan (subjek), panggilan (lyan), dan jawaban (transforasi identitas). Rumah Bersama adalah Jawaban atas kerinduan untuk pulang…