Ibadah Peneguhan dan Pengutusan Pdt. Henriette Johanna Nieuwenhuis sebagai Pendeta Tugas Khusus bidang Diakonia dilaksanakan di GKSBS Metro pada Minggu 29 Juli 2012. Beliau sudah ditahbiskan menjadi Pendeta di Protestan Kerk In Netherland (PKN) sebelum berada di Indonesia sebagai Colleague Worker (Co-Worker) di GKSBS. Program ini merupakan kerjasama antara PKN dan GKSBS dalam bidang Diakonia dengan pelayanan antara lain diakonia transformatif dan membangun Church and Community to Church Program (CCCP), sebuah program persahabatan antara Jemaat dan Komunitas di GKSBS dengan Jemaat di PKN, Belanda.
Dalam khotbah sulung, Pdt. Henriette mengambil cerita tentang Tuhan yang sedang melakukan percakapan dengan Abraham tentang Sodom. (Kejadian 18: 16-33). Karena TUHAN adalah Hakim dari seluruh dunia dan ketidakadilan tidak bisa disembunyikan kepada Dia. Semua ketidakadilan harus dihancurkan. Tetapi untuk itu, TUHAN mau konsultasi dengan Abraham terlebih dulu. Di sinilah peran Abraham yang berdiri di tengah-tengah antara TUHAN dan Sodom. Dalam kisah selanjutnya, Abraham mengadvokasi Sodom dengan mengatakan : “Bagaimana sekiranya ada 50 orang yang benar di kota itu?” dan kemudian ada “tawar-menawar” antara TUHAN dan Abraham sampai seandainya ada 10 orang benar di kota itu. Abraham tidak akan menyelamatkan 50 atau 10 orang benar itu saja. TETAPI yang dilakukan Abraham adalah ia ingin menyelamatkan Sodom karena orang-orang benar itu. Menyelamatkan seluruh Sodom. Solidaritas Abraham untuk sesamanya di Sodom. Sodom yang selanjutnya sering digunakan untuk metafor kejahatan dan ketidakadilan. Kota yang menggunakan hukum rimba, siapa yang paling kuat yang akan bertahan hidup.
Pdt. Henriette merefleksikan kisah tersebut dengan kehidupan RUMAH BERSAMA di GKSBS dengan kalimat berikut :
“GKSBS punya lebih daripada 10 orang yang benar. Kita dipanggil untuk menjadi Rumah Bersama untuk saling berbagi kehidupan, dimana semua makhluk saling mengasihi, menghargai, menerima dan menemukan pengharapan. Walaupun jumlah GKSBS sedikit dibandingkan dengan Sumbagsel atau Indonesia. Kita bersama-sama dipanggil untuk mendoakan, untuk meminta pertolongan dan pengampunan TUHAN seperti Abraham. Mendoakan, mengadvokasi untuk seluruh dunia, untuk menemukan pengharapan. Karena kasih TUHAN kita lebih tinggi daripada semua kota Sodom di dunia ini. Seperti Abraham kita seharusnya jangan menyerah dan berjuang sampai akhir. Berjuang untuk solider dengan yang lain dan memandang mereka dengan mata Allah. Dalam RUMAH BERSAMA ini kita selalu diperbarui oleh Kristus, dan jika itu terjadi maka kita tidak akan berdiam diri lagi jika ada ketidakadilan, menunjukan apa yang benar dan adil.
Ada satu kalimat lagi yang menarik jika memperhatikan refleksi dari Pdt. Henriette ini. Bukan hanya RUMAH BERSAMA dalam arti kehidupan ber-GKSBS saja, tetapi beliau sedikit menyentuh juga RUMAH BERSAMA sebagai bangsa Indonesia. “Walaupun negara Indonesia sesuai dengan Pancasila seharusnya berusaha untuk mewujudkan masyarakat sosialis dan demokratis yang mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya dan demi kesejahteraan rakyat”.
slamat atas pengutusan nya bu pdt…kupasan yg menarik mengenai khotbah sulungnya…benar bahwa tuhan pun cukup demokratis menangani situasi pada saat itu dng abraham……… …komunikasi,keterbukaan dan saling menghargai sebagai upaya pe-manusiaan itulah salahsatu diantaranya mewujudkan sejati nya persahabatan…skali lagi slamat atas pengutusan nya di gksbs sebagai rumah bersama..
meski terlambat diucapkan selamat lah ya bu………….kami ada beberapa cerita pelayanan suku pedalaman lho……….doakan ya…….kami baru buat cerita sekaligus dokumennya.