Diakonia memang pekerjaan yang gampang-gampang susah. Artinya, kelihatannya sederhana, tetapi ketika kita masuk di dalamnya, ada banyak hal yang mesti dipikirkan sebelum diakonia diterapkan secara sungguh. Kalau sekadar membantu meringankan beban dan menjadikan orang lain merasa puas, itu mudah dilakukan. Tapi, apakah hanya itu? Ternyata melakukan hanya itu akan membuat orang lain tergantung. Perlu, memberanikan diri menantang orang yang kita layani untuk bergerak lebih maju dan mandiri secara perlahan. Hal terakhir sungguh tidak mudah. Maka, diakonia adalah pekerjaan yang comforting (menenteramkan), tetapi sekaligus confronting (menghadapi atau menantang).
Namun, bukan berarti semua harus comforting atau confronting saja. Sebab, selalu ada diakonia comforting, tetapi juga sangat perlu melakukan diakonia confronting. Yang bersifat comforting kadang tak terhindarkan oleh gereja. Menyantuni para janda dan kaum jompo merupakan hal yang memang bersifat comforting. Tetapi, menolong petani yang sedang dilanggar haknya, jelas tidak bisa menggunakan pendekatan comforting: diperlukan confronting untuk membangkitkan semangat dan harga dirinya memperjuangkan hak-haknya. Diakonia gereja juga kadang perlu masuk ke ranah tersebut.
RUMUSAN KEPEDULIAN
Terwujudnya demokratisasi telah meningkatkan partisipasi masyarakat melalui pemilihan kepala daerah secara langsung.Pemilihan langsung telah menghasilkan orang-orang terpilih menjabat kepala daerah maupun kepala negara.Masyarakat memiliki pengalaman baik dalam perjalanan demokrasi bangsa ini. Namun pada tanggal 26 September 2014 dini hari, DPR telah merampas pengalaman baik mewujudkan negara demokrasi dengan mengesahkan RUU Pilkada menjadi UU baru yang menghendaki pemilihan kepala daerah tidak langsung. Sebagaian besar pengamat politik dan tentu semua rakyat Indonesia prihatin dengan manuver politik yang dilakukan oleh para wakil rakyat.
Ini merupakan kemunduran bahkan “kematian” demokratisasi bangsa Indonesia ini. Nampaknya ada upaya-upaya yang sistematis untuk membawa bangsa ini kepada orde sebelumnya, dan terlebih dari itu adalah upaya penguasaan kebijakan oleh koalisi besar yang kalah mengusung calon presiden untuk mendudukki kursi nomor satu di negara ini. Dan kini keputusan UU Pilkada itu telah SAH secara hukum melalui Voting di rapat Paripurna DPR. Tidak ada lagi yang dapat dilakukan kecuali menggalang kekuatan massa untuk melakukan Yudisial Review.
NAMA AKSI
Sebagai elemen bangsa, gereja dalam persfektif diakonia transformatif harus berani menantang sikap-sikap politik yang arogan dan cenderung mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Sikap ini kita wujudkan dengan sebuah Aksi bersama yang kita beri nama: AKSI BERJUANG MENGEMBALIKAN KEDAULATAN RAKYAT.
TUJUAN AKSI
Dengan aksi ini diharapkan ada beberapa hasil langsung dan berakibat sebagai berikut:
- Ada rasa peduli pada diri Diaken dan aktivis diakonia terhadap praktek ketidakadilan yang terjadi.
- Terkumpul tandatangan dan FC KTP sebagai indikator seberapa kekuatan kita sebagai gereja yang peduli terhadap bangsa dan negara ini.
BAGAIMANA INI DILAKUKAN?
Aksi ini diprakarsai oleh Departeman Peningkatan Kesejahteraan GKSBS sebagai langkah konkrit dari pesan pastoral MPS GKSBS. Penggalangan tandatangan akan dilakukan oleh para Diaken dan aktivis diakonia di tiap Klasis , yaitu saudara-saudari yang merupakan alumni TOT Sekolah Misi Diakonia Transformatif. Semua anggota GKSBS yang sudah memiliki hak pilih (17Tahun ke atas) diharapkan untuk menandatanganinya dan menyerahkan 1 lembar FC KTP.
Aksi ini diharapkan sudah dapat dimulai per 1 Oktober 2014 dan selesai selama 2 minggu, yaitu 15 Oktober 2014. Hasil pengumpulan tandatangan dan FC KTP dikirim ke kantor sinode via Pos atau dikirim langsung.
DOWNLOAD >>> pastoral MPS GKSBS – pilkada-langsung