Undangan Seminar & Lokakarya Agama-Agama XXXI

SAA ke-30 2014. foto by Kris Hidayat - PGI
SAA ke-30 2014. foto by Kris Hidayat – PGI

Isu kebebasan beragama kembali marak menjadi perbincangan di ruang publik setelah Pemerintah melalui Kementerian Agama(Kemenag) menginisiasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB). RUU ini sebenamya bukanlah hal baru, sebagaimana diketahui, pada tahun 2003, isu agama pernah menjadi tema dalam sebuah rancangan undang-undang yang dikenal dengan RUU KUB (Kerukunan Umat Beragama) yang pada saat itu mendapat penolakan keras dari berbagai kalangan, yang pada akhirnya memaksa pemerintah untuk menghentikan proses regulasi terhadap RUU tersebut.

Namun walau bukan hal baru, inisiatif pihak Kemenag – tepatnya Menteri Agama, Lukman Hakim Saefuddin – itu mendapat berbagai respon dari kalangan masyarakat luas yang berangkat dari keprihatinan maraknya tindakan intoleransi dan kekerasan terhadap kelompok-kelompok agama minoritas di satu sisi, maupun di sisi lain masih minimnya perangkat hukum dan perundang-undangan yang dapat dipakai guna melindungi kelompok-kelompok tersebut. Karena itu beragam pertanyaan hingga harapan bahkan kecurigaan muncul dalam diskursus proses regulasi terhadap RUU PUB tersebut. Apakah RUU PUB akan memastikan bahwa semua warga negara, apapun agama dan keyakinannya akan diperlakukan secara adil dan setara? Apakah RUU PUB ini akan menghilangkan seluruh bentuk diskriminasi berdasar agamadan keyakinan? RUU PUB harus memberikan jaminan perlindungan kepada warga negara untuk memeluk agama dan keyakinan, tanpa dibayang-bayangi penyesatan dan kriminalisasi.

Keyakinan keagamaan tak dapat dikriminalkan. Prinsip pokok ini harus dipegang teguh oleh perumus RUU ini agar tidak terombang-ambing dengan berbagai pendapat.Selama ini sering terjadi kriminalisasi keyakinan keagamaan karena dianggap sebagai kelompok sesat, bahkan dianggap melakukan penistaan agama. Kriminalisasi harus lebih diarahkan pada tindakan atau ucapan bemada kebencian atau mengancam keselamatan seseorang karena keyakinan yang berbeda (hate speech). Selama ini yang terjadi justru sebaliknya.

Dan tentu saja RUU PUB harus mampu membuka ruang toleransi seluas-luasnya atas berbagai karagaman dan berbagai perbedaan. Hal ini penting ditegaskan karena banyak aturan-aturan kehidupan keagamaan yang justru mempersempit ruang toleransi yang hidup dalam masyarakat.penyempitan ruang toleransi itulah yang menyuburkan tindak kekerasan dan intoleransi yang beberapa tahun terakhir ini banyak terjadi. untuk membahas beragam diskursus di atas, maka Bidang Kesaksian dan Keutuhan ciptaan / KKC (Marturia) PGI akan melaksanakan program Seminar dan Lokakarya Agama-Agama (SAA) ke-31 dengan tema 5 RUU PUB dan problem kebebasan Beragama / Berkeyakinan.

Dalam rangka di atas maka kami mengundang Bapak/Ibu atau perwakilan dari Lembaga yang Bapak/Ibu pimpin untuk berkenan hadir dalam kegiatan SAA ke-31 yang akan diadakan pada:

  • Senin – Kamis, 19-22 Oktober 2015
  • Tempat : IPTh Balewiyoto GKJW, Jl. Shodancho Supriadi No.18 Malang – Jawa Timur

Untuk membantu panitia dalam hal akomodasi dan konsumsi maka setiap peserta berkontribusi sebesar Rp. 300.000,-

 

Silahkan unduh file-file berikut ini :

  1. TOR SAA ke-31 2015
  2. Daftar Peserta SAA ke-31 2015
  3. Jadwal Acara SAA 2015
  4. formulir pendaftaran peserta SAA ke-31 2015

 

 

Silakan dibagi