
Telah sekian ratus tahun gereja memberlakukan sebuah “undang-undang”: bahwa yang layak mengikuti Perjamuan Kudus adalah orang dewasa (anggota Jemaat Sidi) dan yang sedang tidak dalam penggembalaan khusus (siasat gerejawi). Anak-anak belum boleh. Alasan teologis tidak dapat dikemukakan. Alasan lebih kepada soal tradisi. Sehubungan dengan tradisi itu maka berbagai alasan dikemukakan, seperti : “…mereka ‘kan belum dewasa, jadi belum mengerti!” atau “….ketika dibaptis, iman mereka ‘kan masih ikut iman orang tuanya” atau “bagaimana pendadarannya bagi anak-anak, ‘kan mereka belum mudheng!” dll. Jujur kita akui, bahwa disadari atau tidak, alasan yang dibuat-buat ini telah membuat gereja menancapkan pagar diskriminasi terhadap siapa yang boleh atau tidak boleh menerima anugerah keselamatan lewat tanda sakramen! Kira-kira, dua ribu tahun yang lalu, apakah Yesus berpikir demikian juga ketika membuat ketetapan Perjamuan Kudus bersama-sama dengan murid pada waktu hampir ditangkap? Meskipun yang hadir pada saat perjamuan terakhir itu memang hanya orang-orang dewasa. ‘Wong peristiwanya juga peristiwa dramatis yang rasanya tidak mungkin diikuti juga oleh anak-anak.
Bagimanakah sesungguhnya Yesus menempatkan anak-anak? Bagian-bagian dalam Injil yang menggambarkan interaksi dan penerimaan Yesus terhadap anak di bawah ini perlu kita perhatikan. “Biarlah anak-anak itu, janganlah menghalangi-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya kerajaan sorga.” (Mat 19:14, Lukas 18:16). “…Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” (Mrk 10:15).
Yesus sangat tegas dan jelas mengungkapkan, bahwa syarat seseorang untuk bisa menjadi bagian dalam anugerah keselamatan Allah (KERAJAAN ALLAH) bukan kondisi-kondisi tertentu seperti harus dewasa, harus mengerti/paham, apalagi harus pandai. Orang-orang dewasa dalam gereja yang membuat pagar eksklusif kelayakan penerimaan keselamatan yang ditandai dengan Perjamuan Kudus, sesungguhnya sama dengan para murid yang mencoba menghalang-halangi anak-anak yang mendekat kepada Yesus. Sehingga Yesus perlu membuka pikiran dan nurani mereka, bahwa anugerah cinta Allah-Kerajaan Allah, yang oleh Kristus ditetapkan di antaranya dengan sakramen Perjamuan Kudus-diundangkan oleh-Nya kepada siapa saja. Justru di sini kita melihat Ia memberikan apresiasi yang khusus kepada anak-anak, sekaligus menempelak orang-orang dewasa, yakni dengan mengatakan bahwa“….justru merekalah yang empunya Kerajaan Sorga…” Ada tamparan yang sangat keras dari Yesus kepada para murid saat itu.
Pemahaman yang belum melayakkan anak-anak sebagai pihak yang juga menjadi sasaran anugerah keselamatan Allah dalam Perjamuan Kudus adalah juga terkait dengan definisi atau pemahaman akan iman. Orang dewasa sering menciptakan batasan, menurut alur pikirnya sendiri. Menafikan pikiran anak-anak. Menurut kita bahwa bentuk keber-iman-an adalah adanya pengertian-pengertian dan kepercayaan tertentu yang dimiliki. Iman memang butuh pengertian, untuk bertumbuh, tapi pasti bukan pra-syarat. Iman juga ada di dalamnya soal kepercayaan. Tapi iman juga bukan hanya soal percaya atau tidak percaya. Dengan batasan tentang iman yang mensyaratkan soal kepercayaan dan pengertian, maka anak-anak di anggap belum beriman. Alangkah sombongnya para orang dewasa !!!
Kalau kita hadir di peristiwa Yesus memberkati anak-anak, lalu bertanya kepada Yesus,
“Guru, apakah anak-anak itu sudah beriman kok dikatakan empunya Kerajaan sorga?” Apa jawaban Tuhan Yesus kira-kira? Mungkin Yesus akan menjawab: “Kalau beriman menurut pengertianmu mungkin belum…,tapi menurut pengertian mereka sudah. Dan itu cukup bagi-Ku. Dibanding kalian hai orang dewasa, merekalah yang lebih layak masuk ke Sorga…Kalau kalian tidak seperti mereka, kalian tidak dapat masuk sorga!!!”
Orang dewasa biarlah beriman bersama dengan kepercayaan dan pengertian-pengertian sendiri sebagai orang dewasa. Maka, biarlah anak-anak juga beriman dengan pengertian-pengertiannya sendiri. Masing-masing beriman dengan pengertiannya (sesuai dengan tingkat perkembangannya sendiri). Tingkat perkembangan psikologi yang semakin tinggi bukan otomatis tinggi pula imannya. Dalam tingkat perkembangan kejiwaan yang bagaimanapun : bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, lanjut usia, semua diundang oleh Yesus. Semua dapat duduk atau berdiri sejajar menyambut anugerah keselamatan Allah.
Sebagaimana setiap orang mendapat anugerah keselamatan dari Allah yang ditandai dengan Sakramen Baptis Kudus, maka layak dan boleh pula ia mendapat dan merasakan anugerah Allah yang dinyatakan dalam Perjamuan Kudus. Setiap orang yang sudah dibaptis, layak pula ikut Perjamuan Kudus.