Yesus Dan Wong Cilik – Bedah Buku

peserta bedah buku Yesus dan Wong Cilik
peserta bedah buku Yesus dan Wong Cilik

Buku ini ditulis oleh seorang teolog Indonesia untuk isu teologi sosial dengan berusaha menyeimbangkan aspek teologis dan praktis. Pengalaman konkret penulis yang sangat luas juga sangat tercermin dalam tulisan ini.

Buku ini merupakan contoh bagaimana teologi merupakan pergumulan iman akan Injil Yesus Kristus dalam pemihakan terhadap kaum miskin yang menjadi korban ketidakadilan. Di dalamnya berisi pengalaman penulis selama melakukan pendampingan dan karyanya di tengah-tengah masyarakat yang menjadi korban ketidakadilan yang mengatasnamakan pembangunan (kasus di Kedungombo, Jawa Tengah).

Editorial Revew… http://www.bpkgunungmulia.com/product/details/1110106030002#.VpNO_1LN_IU

Pdt. Karel Eka Putra Barus:

Penulis menekankan pada 3 hal diakonia yaitu karitatif, reformatif dan transformatif. Karitatif sudah kita lewati sejak kolonial mempraktekanya. Kemudian reformatif ditandai dengan berbagai pembangunan fisik, bahkan orde baru dijuluki sebagai bapak pembangunan, kenyataanya toh masih tetap ada orang miskin. Gereja seharusnya sudah melakukan diakonia transformatif, masuk pada sturktur-struktur yang tidak adil yang menyebabkan kemiskinan.

Pak Gianto :

Untuk berbicara tentang diakonia sebetulnya referensi saya kepada tokoh yang bernama Hariyanto Santoso. Sebetulnya beliaulah yang secara kerja berkecimpung lama dalam pengorganisasian rakyat. Dia bukan teolog tetapi seorang organiser. Hariyanto Susanto juga tidak membedakan tingkatan dari ketiga jenis diakonia ini. Yang satu tidak lebih dominan dibanding yang lain. Tapi memang tulisan Pdt. Josef ini layak untuk didiskusikan.

Pengalaman saya di YEU, dalam keadaan bencana, kita tidak hanya dan tidak mungkin hanya melakukan charity murni. Karena dalam kegiatan charity murni sekalipun tetap ada peluang untuk kerja-kerja pengorganisasian dan pembelajaran bersikap dan berfikir kritis.

Teologi rakyat itu bukan teologi untuk rakyat, tetapi teologi bersama rakyat. teologi altar sebagaimana disinggung oleh Pdt. Josef itu identik dengan teologi kaum klerus. teologi imam. biasanya dalam teologi ini rakyat teralineasi.

Pdt. Yohanes Eko Prasetyo :

“wong cilik” ini sebetulnya bukan hanya sekedar orang-orang miskin, tertindas dan termarginal saja. Bukan hanya untuk orang-orang yang hidup di lorong-lorong yang kumuh. “Wong Cilik” ini adalah gambaran dari semua manusia, bahkan juga adalah gereja-gereja kaya raya nan megah yang masih “kumuh” yang hidupnya di lorong-lorong gelap pemikiran.  Salah satu pemikiran gereja yang perlu ditransformasi adalah tentang berpolitik. Banyak gereja merasa alergi dengan berpolitik yang mengatakan ini berkaitan dengan dunia kotor, kejam dan penuh intrik. akhirnya tindakan sosial bermasyarakat gereja juga dianggap demikian.

Pdt. Eko Nugroho :

Masalah GKSBS memang salah satunya demikian. Ini dikarenakan tidak adanya pendidikan politik untuk warga gereja. Dan akan menjadi besar, anggapan yang demikian itu, karena gereja dan umat memiliki pengalaman yang kurang baik dengan partai politik. Ini berada pada lapisan reformasi gereja yang telah memisahkan gereja dengan negara. Terpisah dengan sebenar-benarnya. Padahal seharusnya tidaklah demikian. Gereja tetap memiliki hubungan dengan negara yaitu menjadi kontrol terhadap kekuasaan negara. Pemisahan mutlak ini memang sudah dijalankan sejak jaman kolonial Hindia Belanda dulu. Bagaimana kolonial memberikan wewenang kepada gereja (dan orang-orangnya) wilayah yang hanya pada ibadah dan upacara gereja saja.

 

—– sampai tulisan ini diturunkan, proses masih berlangsung —–

 

Silakan dibagi