Agustus tahun 2016 yang lalu, delapan pemuda dan satu pendamping dari GKSBS berangkat ke negeri kincir angin, Belanda. Setelah hampir satu tahun ini, apakah yang menjadi refleksi dan pembelajaran yang mereka temukan? Inilah beberapa tulisan mereka tentang pengalaman dalam kunjungan mereka di Belanda?
Iin
“Warga jemaat Schoonebeek sudah banyak memberikanku pembelajaran akan semangat melayani dan kesetiaan dalam Tuhan. Memang, mereka masih bergumul karena jemaat aktif di Schonebeek sangat sedikit dibanding jemaat yang terdaftar. Namun semangat mereka, terlebih Pendeta Jan, untuk membawa jemaat ke dalam persekutuan dan melayani dengan aktif di gereja tidak pernah padam. Salah satu usaha Pendeta Jan adalah mengirimi surat undangan untuk mengikuti persekutuan ke jemaat-jemaat pasif satu per satu dan sesering mungkin.
Keberangkatan saya dan teman-teman yang lain dari Lampung juga merupakan salah satu bentuk semangat jemaat Schonebeek dan gereja Kristen di Belanda untuk menghidupkan gereja dan melayani. Segala usaha penggalangan dana dan proses yang begitu panjang mereka lakukan demi kami mempelajari gereja dan pelayanan mereka, sebaliknya, kami juga berbagi cerita tentang pelayanan dan kondisi gereja kami”.
Kia
“Hal yang menarik adalah saat ‘Pelayanan Anak’ di Gereja OASE Zoetermeer, dimana ada sebuah sekolah TK/SD yang menyiapkan kotbah untuk jemaat. Drama Raja Daud di Alkitab yang menunjukan macam-macam emosi, seperti senang, sedih, marah, dan lainnya.
Dan di kota lain: ada cafe yang pekerjanya anak/orang disable yang dibantu oleh beberapa orang yang sehat. Anak benar-benar bisa menjadi diri mereka sendiri disana. Mereka seakan-akan berkata ‘tidak harus sembunyi-sembunyi karena aku berbeda. Ini warnaku! Mana warnamu? Aku bisa, kenapa kamu tidak? Terlebih lagi kamu sebagai orang percaya.’”
Orlando
“Ketika di Belanda, saya mengunjungi suatu kelompok Kristen yaitu Oudezijde 100 dan kelompok ini berada di tengah-tengah daerah yang keras untuk kelompok mereka. Saya katakan daerah itu keras untuk kelompok mereka karena di daerah itu terjadi banyak kebebasan seperti boleh minum alcohol, merokok, narkoba, bahkan melakukan sex bebas. Kelompok ini terdiri dari sedikit anggota namun memberi dampak yang nyata bagi daerah tersebut. Lagi karena kesadaran diri dan integritas diri kepada Tuhan sehingga kelompok ini dapat memberi dampak. Kelompok ini sadar, jika bukan dimulai dari diri sendiri untuk menujukkan Kasih Tuhan kepada sesama, jadi dimulai dari siapa? Jikaadakelompoksepertiini, mungkinsajaakanhancur dan tidakmemberidampak. Dan saya juga belajar dari kelompok ini untuk menunjukkan Kasih Tuhankepadasesama dan bukanmengajarkan Kasih Tuhankepadasesama.Setiap orang bisa mengajar tapi tidak semua bisa untuk menjadi teladan”.
Tina
“Kesan pertama kali saat saya sampai di Belanda adalah lingkungannya. Kenapa begitu? Karena berbeda dengan Indonesia. Salah satu yang berkesan adalah kebersihannya, dimana tempat sampah tersedia dimana pun bahkan di pinggir jalan. Ini terbukti bahwa Belanda adalah negara yang mengutamakan pelestarian lingkungan, begitu juga dengan Schoonebeek dimana lingkungan sekitarnya sangat bersih bahkan dipinggir jalan yang tidak ada rumah penduduk disana disediakan tempat sampah. Jadi sangat mudah untuk menemukan tempat sampat dimanapun itu.
Ini membuktikan bahwa membuang sampah pada tempat yang telah disediakan merupakan cara untuk menjaga lingkungan yang sangat mudah dan menjadi salah satu kesadaran masyarakat yang sangat luar biasa dengan hal yang menurut saya mudah untuk dilakukan. Kesadaran seperti ini belum saya rasakan di Indonesia ataupun di Sumberhadi, tapi saya punya satu hal yang juga termasuk bagian dari pelestarian alam yaitu dengan menanam pohon yang dimana sangat berfungsi bagi kehidupan manusia, sebagai salah satunya penyedia oksigen yang merupakan kebutuhan bagi manusia untuk bertahan hidup”.
Roy
“Lalu apa yang menginspirasi, pertama dari hal tepat waktu dan disiplin dalam segala hal dan kondisi, orang Belanda sangat tepat waktu dalam segala hal karena mereka memiliki prinsip “waktu itu anugerah” sehingga mereka tidak akan mensia-siakan waktu yang sudah Tuhan berikan kepada mereka”.
Wulan
“Hal yang paling menarik perhatianku selama aku tinggal disana adalah kebebasan sebagai nilai yang menjadi dasar kehidupan mereka. Sedikit iri dengan hal ini pada titik tertentu, karena hampir tidak ada orang yang akan menilaimu hanya dari penampilanmu atau warna kulitmu atau apa yang kamu lakukan (hal itu bukan urusan mereka dan mereka tidak peduli) dan betapa terbukanya mereka tentang hal-hal yang bagi sebagian orang Indonesia tabu tapi marak terjadi juga seperti prostitusi, sex bebas dan narkoba.
Dan ternyata dengan kebebasan yang mereka miliki masih banyak orang yang peduli dengan sesamanya, banyak diantara mereka menjadi sukarelawan di bidang sosial dan dengan komitmen tinggi melakukan apa yang bisa mereka lakukan. Seperi ditempat ini.
Berada ditempat ini ditengah-tengah lokasi prostitusi, mendengarkan apa yang telah mereka lakukan dengan penuh kesetiaan selama 60 tahun, untuk membantu orang yang membutuhkan bantuan membuatku menyadari makna yang sebenarnya dari satu ayat di Alkitab,”kamu adalah terang dunia””.
Tabitha
“Bergereja dan berdiakonia memiliki makna yang dalam dan cukup menantang untuk dilakukan bagi orang-orang Kristen, karena harus ada sikap tanpa pamrih, sikap yang menekankan hidup bersama dengan tidak mencari keuntungan diri sendiri didalamnya. Namun,ini semua bukan menjadikan sebuah alasan untuk sebuah komunitas Halte 2717 di kota Zoetermeer, enggan menjadi sarana untuk perpanjangan kasih Allah. Pada tahun 2015 di Kota Zoetermeer Buytenwegh, gereja protestant diwilayah Zoetermeer dan gereja katolik disekitarnya telah bekerjasama untuk berinisiatif mencetuskan sebuah komunitas yang telah berdiri ditengah-tengah masyararakat yang harapannya akan dan selalu menjadi sarana berkat untuk masyarakat Zoetermeer dan sekitarnya. Terbukti, banyak kegiatan berlangsung disini, komunitas ini mampu membangun jaringan relawan yang dikerahkan untuk melakukan diskusi baik itu pertanyaan yang diberikan sifatnya praktikal ataupun melakukan diskusi mengenai apa yang sedang menjadi masalah penduduk setempat (social), membantu setiap orang yang memerlukan uluran tangan,seperti : bantuan hutang,urusan dengan hukum, ataupun untuk melakukan pembicaraan antar-agama.
Satu apresiasi saya untuk masyarakat Zoetermeer dan sekitarnya, ternyata masih banyak telinga-telinga yang masih simpatik untuk siap mendengarkan, berbuat dan berbagi kepada setiap orang yang membutuhkan. So, don’t be afraid to do your best for others”.
Semoga pengalaman pemuda ini menjadi pembelajaran yang akan diteruskan sekarang dan di masa yang akan datang. Kiranya Tuhan, Sumber Pertolongan kita, akan terus-menerus menyemangati pemuda ini. (Pdt. Henriette Nieuwenhuis)