Kodrat ataukah Konstruksi Masyarakat? – bagian 1

Tulisan ini adalah cerita pengalaman mengikuti Training Of Trainer Community Facilitator tentang Kekerasan Berbasis Gender yang diselenggarakan oleh Yabima Indonesia dan Rutgers WPF Indonesia. Saya melakukan paraphrasing untuk menceritakan kembali konsep tentang gender yang didiskusikan selama di kelas yang diikuti oleh 13 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Mengapa saya memberi judul Kodrat ataukah Konstruksi Masyarakat? Supaya ini menjadi semacam pancingan pertama untuk merangsang pengertian tentang gender

Bayangkan kita diminta untuk menuliskan dalam satu kata tentang LAKI-LAKI dan juga PEREMPUAN. Kata itu bisa karakter, fisik, sifat atau apa saja yang seketika muncul. Maka kita akan menemukan daftar kata seperti percaya diri, kuat, berjenggot, berotot, tegas, realistis, egois, gagah, ngalahan, penghasil sperma, sabar, berjakun, tampan (wajah menarik) pada kolom LAKI-LAKI. Kemudian pada kolom PEREMPUAN akan terisi kira-kira dengan kata sadis, manja, rambut panjang, menarik, kuat, kreatif, perasa, punya rahim, egois, berfikir ganda, bersolek, lembut, melahirkan. Selanjutnya akan kita uji semua kata yang terkumpul itu apakah sebenarnya kata itu bisa berada pada kedua kolom, baik laki-laki maupun perempuan. Misalnya kata “tegas”. Apakah tegas itu hanya milik laki-laki saja? Bukankah ada perempuan juga tegas? Maka kata “tegas” masuk kita masukkan ke kolom tambahan yang lain. Contoh lain lagi adalah kata “kreatif”. Apakah kreatif itu hanya milik perempuan saja? Tidak adakah laki-laki yang kreatif? Maka kita akan menjawab pasti banyak juga laki-laki itu kreatif. Maka kata “kreatif” kita masukkan ke kolom tambahan juga.

Dengan cara yang sama kita akan menguji semua kata yang ada di kolom laki-laki dan perempuan. Maka dengan pasti, hanya akan ada kata berjakun, berjenggot dan bersperma saja. Pun dengan kolom perempuan hanya tersisa kata rahim dan melahirkan. Jika pun kita menambahi kata-kata untuk laki-laki adalah testis, testosterone, dan penis. Sedangkan untuk perempuan akan kita tambah dengan vagina, payudara (yang mengembang) dan estrogen. Jadi sekarang kita memiliki 3 kolom yaitu kolom laki-laki, kolom perempuan dan satu kolom tambahan. semua yang masuk di kolom laki-laki dan perempuan itu disebut sex atau jenis kelamin biologis. Sedangkan apa yang kita pilah dan kita masukkan pada kolom tambahan tadi adalah yang kita sebut GENDER. Jadi apakah gender itu?

Oh iya, sebelum kita lanjutkan tentang gender, baik jika kita mengetahui sedikit profil tentang Rutger WPF Indonesia. Sesuai dengan profil Rutgers WPF Indonesia, mereka adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki visi mewujudkan Indonesia yang bebas dari kekerasan. Kerja-kerja mereka mulai dari pendidikan seksualitas komprehensif, penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak, penyediaan akses dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi, dan juga mempromosikan keberagaman dan toleransi. Profil lengkap bisa dibaca di web http://rutgers.id . dan salah satu program Rutgers yang bekerjasama dengan Yabima Indonesia adalah PREVENTION+. Program PREVENTION+ bertujuan mengurangi kekerasan terhadap perempuan serta meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan dengan pendekatan pelibatan laki-laki sebagai agen perubahan dan mempromosikan nilai maskulinitas yang positif berdasarkan nilai kesetaraan dan non kekerasan.

OK, kembali lagi kepada pengertian apakah gender itu? Dengan memperhatikan proses kita pada kata-kata di kolom laki-laki dan kolom perempuan serta kolom tambahan tadi maka dapat digambarkan seperti di bawah ini :

konsep gender dan jenis kelamin. dikelompokkan berdasarkan jawaban “satu kata tentang laki-laki dan perempuan”

Semua kata-kata yang telah kita masukkan dalam kolom tambahan pada proses awal kita tadi, itulah yang disebut gender. Yaitu tuntutan, asumsi atau harapan yang dilekatkan pada laki-laki maupun perempuan oleh masyarakat. Seperangkat harapan itu seperti : laki-laki itu harus kuat, perempuan itu perasa dan sensitive, sedangkan laki-laki itu harus rasional. Perempuan itu warnanya pink dan warna pink itu tidak cocok dengan laki-laki. Atau contoh lain bahwa laki-laki itu tidak boleh menangis dan perempuan itu tidak boleh tertawa ngakak. Semua hal yang kita sebutkan ini adalah hasil dari bentukan masyarakat. Ini bisa diubah dan dipertukarkan. Dia memiliki ruang dan waktu. Seperti misalnya jika jaman tahun 70-an laki-laki gagah itu yang berambut gondrong. Tapi saat ini anggapan itu sudah memudar. Ia memiliki ruang dan waktunya sendiri.

Kemudian bagaimana dengan kata-kata yang memang masuk di kolom laki-laki maupun perempuan? Sudah kita sebutkan tadi bahwa testis, payudara (yang mengembang), progesterone dan testosterone, rahim dan melahirkan, itu semua adalah apa yang kita sebut dengan kodrat. Prinsipnya adalah tidak bisa diubah dan dipertukarkan. Dan hal ini tidak memiliki ruang dan waktu. Yang namanya perempuan itu dari dulu hingga sekarang adalah memiliki vagina dan laki-laki memiliki penis.

Kita sering tertukar antara kodrat dan gender. Misalnya mengatakan “perempuan kan kodratnya memasak di rumah”. Itu adalah gender bukan kodrat. Karena perempuan harus memasak itu adalah bentukan dan harapan dari masyarakat.

bersambung…..

Dwi Setyo Harjanto

Silakan dibagi