Membangun Partisipasi Dalam Konteks – Bulan Diakonia GKSBS 2020

Apakah covid 19 akan segera berakhir atau masih akan terus mewabah, dampaknya sama saja membutuhkan semua pihak berpartisipasi untuk menanganinya.

Dengan konteks dampak covid 19 tersebut di atas, gereja berada dalam panggilan diakonia di “jalan” terjal partisipasi. Apa yang dapat dilakukan dengan diakonia gereja? Berpartisipasi mengangkat pertumbuhan ekonomi Indonesia agar tidak “terjun bebas”?. berpartisipasi membangun teologi tanggap bencana atau lainnya?. Berpartisipasi  mengatasi pengangguran dengan menyediakan lapangan kerja? Rasanya sebagai GKSBS, diskusi tentang ketiga hal di atas sudah cukup lama dalam pelatihan-pelatihan maupun lewat bahan-bahan cetakan. Dan dengan kesadaran apa yang dapat kita lakukan sebagai akibat langsung dari  diskusi-diskusi di atas rasanya kita telah berproses menjadi “musafir” dalam perjuangan mengimplementasikannya. Tetapi kenyataannya, ketika kita diperhadapkan pada perisiwa yang harus segera mendapat perhatian dan gerakan cepat, rasanya masih banyak di atara kita (GKSBS) yang masih gagap tindakan.

Tentu harus diberikan apresiasi untuk jemaat-jemaat yang mengalokasikan persembahan puasa paskahnya untuk gerakan peduli dampak covid 19. Ada yang berbagi masker, sembako, dan penggalangan partisipasi untuk pengadaan alat pelindung diri (APD), sebagai bagian dari aksi dan partisipasi. Tetapi gerakan per jemaat ini apakah cukup berdampak mewujudkan diakonia gereja yang strategis dan kontekstual? Rasanya bagian ini yang secara hati-hati ingin kita gumuli dalam bulan diakonia GKSBS 2020.

Penguatan dan pewujudan modal sosial sebagai fondasi GKSBS tumbuh dan berkembang di berbagai wilayah sumbagsel didorong oleh pengalaman puncak yang diceriterakan oleh para tokoh gereja yaitu adanya  paseduluran yang terus dihidupi. Pengalaman puncak ini memiliki roh hidup rukun, gotong-royong, saling membantu dan saling percaya. Dalam konteks dimana seluruh wilayah terdampak covid 19, rasanya baik kalau pengalaman puncak itu dihidupi kembali, dipupuk hingga tumbuh subur untuk menghadapi dampak covid 19 ini dengan kekuatan modal sosial (saling percaya, saling membantu dan tolong menolong).

Dengan pola membangun partisipasi pergerakan menggunakan aset based community development (ABCD), Injil Markus 6:38 dapat menjadi dasarnya. Kitab ini mencatat perkataan Yesus: “Berapa banyak roti yang ada padamu? Cobalah periksa!” Sesudah memeriksanya mereka berkata: “Lima roti dan dua ikan.” Dengan  dasar teks ini kita mendapatkan dasarnya bahwa bila setiap orang disentuh dan digerakkan partisipasinya pastilah ada banyak hal yang dapat dikerjakan bersama.

Beberapa waktu lalu di group WA para pendeta GKSBS ada seorang yang men-share chat-nya ke jemaat dan diteruskan ke group. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar jemaat memiliki pekarangan di sekitar rumahnya, Chat tersebut berupa sebuah ajakan untuk menanam tanaman yang mendukung ketahanan dan keswadayaan pangan menghadapi dampak covid 19. Respon positif dari beberapa teman pendeta menunjukkan bahwa kita semua sadar akan apa yang akan kita hadapi. Meskipun ini hanya salah satu bentuk preventif tindakan gereja minimal ada sesuatu yang dipikirkan dan mencoba untuk digerakkan.

GKSBS dapat melakukan tindakan preventif maupun kuratif. Di tengah situasi masyarakat terdampak rasanya tidak cukup tindakan prefentif, tetapi  juga harus melakukan yang kuratif sebagai tindakan tanggap atau respon cepat terhadap apa yang terjadi. Tindakan-tindakan berbagi masker, sembako dll sudah menjadi bagian dari tindakan kategori kuratif ini. Cukupkah? Siapkah gedung gereja (dengan segala konsekuensinya: penyediaan sarana dan prasarananya) kita digunakan sebagai tempat karantina bila wabah ini terus meluas? Adakah orang-orang yang siap mendedikasikan dirinya terlibat dalam penanganan? Dengan kekuatan modal sosial kita bisa.

**Diambil dari bahan sarasehan Bulan Diakonia

Silakan dibagi

1 thought on “Membangun Partisipasi Dalam Konteks – Bulan Diakonia GKSBS 2020

  1. Bahan serasehan yang menguatkan dan memberi insipirasi bagi tiap warga untuk berinisiatif tidak hanya bertahan dalam situasi bencana melainkan juga sekaligus bersedia berbagi.
    Aset-aset personal dan komunal yang ada pada tiap warga perlu dimanage dengan sistem baru yang mengandalkan jaringan relasi virtual online daripada offline.
    Sebagai sebuah sistem berelasi dan berbagi, gereja bisa menjadi bagian penting bagi bangunan sistem baru yang mengandalkan jaringan perjumpaan online sebagai sarananya.

Comments are closed.