Spiritualitas adalah unsur yang eksistensial religius yang menghasilkan kesatuan berpikir dan bekerja di dalam diri manusia. Spiritualitas merupakan unsur dasar kepercayaan yang lahir dari batin seseorang yang menjadi landasan bagi dirinya dalam berpikir, bersikap dan bertindak (K. Schippers, Profil Profesi Pendeta, Peran Dan Tugasnya, Pusat Pastoral Yogyakarta, 1993, hal. 24).
Spiritualitas sebagai suatu pemahaman tentang Tuhan serta keintiman dengan-Nya yang diikuti dengan perasaan kagum, kesediaan mengabdi bagi-Nya dan hidup dalam rasa syukur. Orang yang memiliki spiritualitas akan memiliki pemahaman, perasaan dan tindakan yang selaras dan dipancarkan ke dalam setiap aspek kehidupan (Robby I. Chandra, Bahan Bakar Sang Pemimpin, (Yogyakarta: Gloria Graffa, 2004), Hal. 21-24).
Spiritualitas yang dibangun GKSBS adalah spiritualitas dalam konteks yang menyekitari kehadirannya yaitu Konteks Global : Posmodernisme dan Revolusi Industri 4.0, konteks sumatera bagian selatan dengan kemiskinan, kerusakan lingkungan, identitas dan pluralitas berbagai dimensi kehidupan dan konteks internal GKSBS sendiri. Spiritualitas ini menunjukkan perjalanan rohani dalam diri manusia dan juga budaya dimana manusia hidup. Jhon Wesley menegaskan bahwa kekudusan pribadi tidak akan tercapai tanpa kekudusan sosial. Dalam hal ini sesorang diarahkan untuk tidak lebih mementingkan pencapaian kekudusan pribadinya dan berusaha keras menjadi orang saleh. Karena menyembah Tuhan tetapi menutup mata terhadap ketidakadilan baik sosial, ekonomi, politik atau lebih tepatnya ketika menjadi pelaku dari ketidakadilan itu sendiri adalah hal yang sangat tidak dibenarkan (Pdt. Minggus M. Pranoto, M.Th, Spiritualitas Kristen: Dasar, Tujuan, dan Manifestasinya).
Demikian juga ketidakadilan yang diakibatkan oleh eksploitasi alam atau lingkungan, kemajuan dampak dari revolusi industri dan teknologi informasi.
Outcome Bidang Spiritualitas Sosial dan Ekologi | |
1 | GKSBS memiliki semangat/spirit dalam panggilannya menjadi gereja daerah dengan pengajaran yang tersaji secara kreatif menghadapi konteks yaitu: revolusi industri 4.0, society 5.0, Indonesia, Sumatera bagian Selatan dan Internal GKSBS). |
2 | GKSBS memiliki pendeta, penatua dan diaken serta pelayan kategorial (anak, remaja, pemuda, dewasa) dengan kapasitas dan keterampilan pelayanan yang dapat berdaya-guna dan berhasil-guna. |
3 | Modal sosial dan kesadaran ekologis menjadi warna GKSBS dalam panggilannya dalam konteks sumbagsel. |
4 | Liturgi dan Nyanyian GKSBS mendorong semangat penghayatan akan konteks panggilan GKSBS di Sumatera bagian Selatan. |