Renungan Minggu Adven #4: Aku Orang Kaya

[Pdt. Sherly Kawulusan] — Aiko, seorang gadis kecil yang terlahir ditengah keluarga dengan kondisi ekonomi memprihatinkan, sangat penasaran dengan arti kata “orang miskin” yang sering diserukan teman-teman kepadanya. “Ibu, apakah kita orang miskin?” tanyanya. Sambil tersenyum, sang ibu menjawab “Anakku, miskin berarti tidak memiliki apa-apa untuk diberikan”.

Torehan buram dalam sejarah hidup umat manusia di tahun 2020 membawa kita menjalani masa Adventus dengan campur aduk berbagai rasa. Kerinduan dan kecemasan, sukacita dan kekuatiran, serta segala dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan bergelut mewarnai masa raya Natal pertama di new normal ini.

Penantian (Adventus) terhadap peristiwa sejarah tentang Allah yang terlahir sebagai manusia meneguhkan umat untuk tidak bermental ‘miskin’, menjalani kehidupan dan masa raya Natal dengan perasaan kurang beruntung.  Karena peristiwa Natal menegaskan bahwa kita tidak miskin, sebaliknya kita adalah orang-orang yang kaya oleh karena kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus (2 Kor 8: 9). Dan dalam kekayaan pengharapan inilah, penantian (Adventus) terhadap eskatologi (..”yang akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati..”) justru semakin ditenguhkan. Adventus keempat ditahun 2020 yang istimewa ini menantang kita dengan sebuah pertanyaan reflektif: “Pemberian terbaik telah kuterima. Apa yang telah/dapat kuberikan bagiNYA?”

Aiko telah menemukan jawabannya. Kemampuan berceritanya yang sering menghidupkan suasana dan menghibur teman-temannya merupakan salah satu hal yang dapat ia berikan. Dalam penggalan cerita dari sebuah novel berlatar belakang negeri Sakura berjudul “Miskin berarti tidak memiliki apa-apa untuk diberikan”, ia menjawab ejekan teman-temannya dengan lantang: “Aku tidak miskin. Aku orang Kaya”.

Selamat memasuki Adven keempat.

Silakan dibagi