GAZELLE, Saksi Pelayanan Zending di Musi Rawas

Program kolonisasi di jaman dulu oleh pemerintah Hidia Belanda dapat dikatakan merupakan awal mula berdirinya GKSBS. Bersama dengan puzzle-puzzle yang lain, garis waktu yang dimulai dari kolonisasi/transmigrasi dari pulau Jawa ke Sumatera Bagian Selatan, pengiriman tenaga pendeta dari Gereja Kristen Jawa, proses nglari, hingga saat ini membentuk Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan. Tulisan ini bersumber dari saksi bisu sepeda GAZELLE yang sangat terkenal yang pada sekitaran bulan Juni yang lalu terpampang di akun media sosial facebook milik GKSBS Widodo (salah satu kelompok GKSBS Musi Rawas).

Gereja yang bernama Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) Musi Rawas berwal/bermula dari Orang–orang kristen yang berasal dari orang-orang kolonisasitransmigrasi tahun 1937 di desa A. Widodo, kecamatan Tugumulyo, Sumatera Selatan. Pada Tahun 1938 mulai diadakan persekutuan yang dipimpin oleh seorang guru injil yang bernama Bpk. Mulyono yang berasal dari GKJ Sragen (Jawa Timur). Pada saat itu, bapak bupati Notowijoyo memerintahkan untuk semua orang yang beragama kristen yang berasal dari desa G.1 Mataram dan desa J. Ngadirejo, berkumpul di desa A.Widodo. Jumlah Kepala Keluarga yang berkumpul saat itu mencapai 84 KK. Sehingga pada tahun 1939 diresmikan menjadi gereja dewasa dengan nama Gereja Kristen Jawa Widodo “GKJW”. Majelis Pekerja Harian (MPH) yang pertama terpilih adalah Bpk. Sasmadi sebagai ketua, Bpk. Yokoadi sebagai sekretaris, Bpk. Pontono sebagai bendahara, dan seorang guru injil bernama Bpk. Mulyono.

Akibat dengan adanya Perang Dunia II pada tahun 1943, jemaat GKJW menjadi bubar. Karena jemaat banyak yang takut pada Jepang meyebabkan orang-orang kristen saat itu mengumpulkan semua buku-buku kristen dimasukkan kedalam peti disusun dengan rapi dan dipendam didalam tanah di rumah bpk. Wir Setyorejo (salah satu jemaat gereja). Pada Perang Duni II, banyak anggota jemaat yang diperintahkan untuk kerja paksa oleh Jepang. Hal ini mengakibatkan banyak jemaat yang meninggal dunia akibat terkena penyakit dan kelaparan, sehingga dari tahun 1943 sampai dengan 1946, persekutuan/kebaktian tidak berjalan.

Kemudian pada tahun 1946 kegiatan gereja mulai berjalan lagi dengan kedatangan orang Belanda yang beragama kristen, datang dari Jawa ke desa A.Widodo untuk mencari orang-orang kristen yang masih hidup. Dan setelah kedatangan Pdt. Kurvinus dan Pdt. Harjo Warsito, orang-orang kristen yang sempat tidak bersekutu dan beribadah, mulai berkumpul lagi untuk mengadakan persekutuan/kebaktian yang dipimpin oleh bpk. Yohanes. Pada tanggal 5 Juli 1950 Gereja Kristen Jawa Widodo disahkan menjadi gereja dewasa yang kedua dengan Majelis Pekerja Harian (MPH) terdiri dari Bpk. Mangun Wiyono sebagai ketua, Bpk. Marto Prayitno sebagai sekretaris, dan Bpk. Wahono sebagai bendahara.

Pendeta yang melayani dari tahun 1950 – tahun 1954 adalah Pdt. Kornelius, Pdt. Kurvinus, Pdt. Siswa Surija, dan Pdt. Sudarnadi. Pada tahun 1954 sampai tahun 1961 pelayanan pendeta di GKJ Widodo dilanjutkan oleh pendeta utusan dari klasis Palembang, diantaranya

  • Pendeta Susial Darmowigota (Tahun 1962-1963)
  • Pendeta Harsono (Tahun 1964-1965)
  • Pendeta Harjowarsito/ pendeta jemaat Palembang (Tahun 1965-1967)
  • Pendeta Basar H.S (Tahun 1968-1971)

Pelayanan jemaat di GKJ Widodo juga dibantu oleh guru injil sebagai berikut:

  • Bpk. Sukirno (Tahun 1955-1958)
  • Bpk. Martono (Tahun 1957-1958)
  • Bpk. Prapto Dihardjo (Tahun 1959-1979)

Pada tahun 1955 GKJ Widodo berkembang dengan berdirinya pepantan (kelompok) di U.Pagersari, dan kemudian tahun 1957 berdiri pepantan di desa Bumi Agung dan juga melayani orang-orang Suku Anak Dalam di desa Q.1 Tambahasri. Kemudian karena keadaan ekonomi anggota jemaat dari desa Bumi Agung sebagian bergabung ke desa U. Pagersari. Begitu juga dengan Suku Anak Dalam menjadi bubar dan mereka pergi masuk hutan kembali dan akhirnya mereka berkumpul di Tanjung Harapan yang sekarang dilayani oleh Pendeta dari Gereja Kristen Injili Indnesia (GKII) Tugumulyo.

Pada tahun 1972, jemaat memanggil pendeta yang pertama yaitu Pendeta Kastadi, kemudian pada tahun 1982 beliau dipanggil untuk melayani di Gereja Kristen Lampung Seputih Rahman, sehingga tahun 1986 jemaat mengalami kekosongan. Saat kekosongan tenaga pendeta ini maka pelayanan dikonsuleni dari Gereja Kristen Palembang Siloam.

Baru pada tahun 1986, jemaat memanggil pendeta yang kedua yaitu Pdt. Bambang Supriyadi. Dalam perjalanan waktu, Gereja Kristen Jawa Widodo berubah menjadi Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) Musi Rawas, seiring dengan didewasakannya GKJ Sinode Wilayah I (Sumbagsel) menjadi Sinode dewasa bernama Sinode GKSBS. Kelompok pelayanan di Musi Rawas semakin berkembang, maka jemaat memanggil satu pendeta lagi yaitu Pdt. Rumekso pada tahun 1996.

GKSBS Musi Rawas saat itu terdiri dari 16 kelompok jemaat yang tersebar di 6 wilayah kecamatan dan kota, yaitu di Kelurahan Marga Rahayu (kota Lubuklinggau) kecamatan Tugumulyo, Sumberharta, Purwodadi, Megang sakti, Tuah Negeri dan Muara Kelingi diruang lingkup kabupaten Musi Rawas dan kota Lubuklinggau.

Berkembangan pelayanan di GKSBS Musi Rawas, maka pada tanggal 21 Mei 2012 GKSBS Musi Rawas Wilayah III menjadi gereja yang mandiri dengan nama GKSBS Musi Rawas Silampari. Dan pada periode berikutnya, 2 tahun kemudian dalam perkembangan dalam pelayanan di GKSBS Wilayah II yang terdiri dari GKSBS Megang Sakti, Sumber Rejo, Jajaran Baru II, Senaro dan Rejosari, mandiri menjadi gereja dewasa pada tanggal 22 Oktober 2014 dengan nama GKSBS Musi Rawas Anugerah. Oleh karena itu GKSBS di ruang kabupaten Musi Rawas terdiri dari 3 gereja dewasa, yaitu GKSBS Musi Rawas, GKSBS Musi Rawas Anugerah dan GKSBS Musi Rawas Silampari.

Sumber : (2) Gksbs Widodo | Facebook

Silakan dibagi