Sarasehan Masa Perayaan Paska dan Pentakosta 2023 – Allah Yang Ramah Pada Seluruh Ciptaan

Pada saat kematian Yesus Kristus terjadi di kayu salib, terwujudlah keramahan Allah kepada ciptaan-Nya dengan terobeknya tabir Bait Allah yang memisahkan ruang kudus dan ruang maha kudus. Dosa yang dahulu membuat “jarak” antara Allah dan semesta ciptaan-Nya, kini telah diampuni melalui pengorbanan Kristus. Dan dengan demikian, Allah menyambut seluruh ciptaan-Nya untuk datang kepada-Nya tanpa ada “jarak” yang memisahkan.

Pendahuluan

Kata “Ramah” dalam judul sarasehan ini, merupakan kata dasar dari sebuah kata  ke-ramah-tamahan. Menurut guru besar Pdt. Prof. Tabita Kristiani Chartika, kata keramahtamahan atau hospitalitas diterjemahkan dalam bahasa Inggis, “hospitality” dan dalam bahasa Latin “hospitalitem” yang memiliki makna yang sama, yaitu “keramahtamahan” atau “hospitalitas”, sementara di dalam Bahasa Indonesia, kata ini bermakna keramahtamahan kepada tamu. Jadi, keramahtamahan adalah sikap ramah, ramah terhadap tamu atau orang yang baru saja ditemui.Keramahtamahan merupakan kata yang umum dipakai di berbagai tempat, misalnya di Asia, dengan budaya komunal yang hangat, ramah, membantu, kesederhanaan, kebaikan, dan ketulusan dalam menyambut orang asing. Keramahtamahan  atau Hospitality Allah tidak sekedar menyambut tamu (seluruh ciptaan) dengan sapaan dan mempersilahkan duduk. Tetapi lebih daripada itu, hospitality Allah nampak dalam karya-Nya tentang penyelamatan, pembebasan, pemeliharaan, pemberian berkat, memberi perjanjian bahkan memberi kehidupan dan lain sebagainya.

Dalam Masa Perayaan Paska dan Pentakosta tahun 2023 ini, kita akan berproses untuk  menemukan, mengetahui dan menyadari bahwa karya peyelamatan dari Allah adalah bagian dari sikap ramah Allah terhadap kita manusia yang asing.  Keramahtamahan atau hospitality Allah mau menjangkau dan memperbaiki relasi yang telah rusak antara manusia dengan-Nya, maka itu berarti kita yang adalah orang asing diterima oleh Allah di dalam rumah-Nya. Keramahtamahan Allah atau hospitality Allah dalam rangka menjangkau dan memperbaiki relasi sudah terjadi sejak  jaman purba kala. Oleh karena itu, dalam proses untuk menemukan, mengetahui dan menyadari keramahtamahan Allah, kita akan belajar dari keramahtamahan Allah dalam konteks. Melalui proses penemuan dan pengetahuan tentang keramahtamahan Allah dalam konteks, kita dapat menyadari dan mengucap syukur akan karya Allah yang besar bagi umat-Nya bahwa Allah adalah Tuan di dalam rumah-Nya yang ramah dan sekaligus kita dapat menanggapi karya Allah tentang keramahtaman itu. Tanggapan atau respon tersebut dilakukan dengan melakukan sesuatu sebagai tanggapan terhadap karya sang Tuan Rumah bagi kita orang asing yang berada di bumi Sumbagsel.

Konteks Perjanjian lama

Karamahtamahan atau hospitality Allah sudah dikerjakan-Nya sejak sebelum segala sesuatu diciptakan. Menurut kitab Kejadian 1:2 bahwa bumi belum berbentuh dan kosong, gelap gulita menutupi samudera raya. Situasi ini dapat kita gambarkan sebagai situasi yang tidak teratur (khaos).  Penulis kitab Kejadian menggambarkan bumi belum berbentuk dan kosong, gelap gulita menutupi samudera yang besar (raya). Dalam situasi yang demikian, maka Allah ramah dengan situasi yang tidak teratur ini. Keramahtamahan  atau hospitality Allah nampak ketika Roh-Nya melayang-layang di atas permukaan air. Roh Allah ini bekerja di dalam situasi ketidakteraturan  menjadi keteraturan. Dalam karya penciptaan yang dikerjakan oleh Allah, ada enam hari Allah menjadikan langit dan bumi ini beserta isinya, termasuk manusia dengan sedemikian teraturnya. Bahkan pada hari ketujuh Allah menguduskan seluruh ciptaan-Nya.

Dalam peristiwa  manusia (Adam) melanggar perintah dan ketetapan Allah, di Eden. Allah tetap ramah kepada manusia, yaitu memberikan perjanjian tentang keselamatan bagi manusia. Demikian juga dalam kisah air bah. Manusia sudah berbuat jahat  dan hanya keluarga Nuh saja yang taat. Allah tetap ramah kepada seluruh ciptaan dengan memasukkan seluruh ciptaan itu ke dalam bahtera (Kej 6). Kisah Israel dalam perbudakan di Mesir, juga memperlihatkan keramahtamahan Allah dengan membawa mereka keluar dari tanah Mesir dari tempat perbudakan (Keluaran 20:1-2). Dalam kisah hakim-hakim dan Raja-raja Israel, Allah adalah Allah yang ramah kepada Israel dengan memimpin dan menyertai mereka dalam situasi apapun. Dalam kisah para nabi, bangsa Israel sebenarnya umat yang tegar tengkuk, umat yang setia kepada Allah tetapi sekaligus umat yang berpotensi untuk bersikap tidak setia kepada Allah, umat yang tidak ramah kepada Allah. Berkali-kali umat Israel melakukan ketidaksetiaan atau ketidakramahan kepada Allah. Sekalipun demikian, Allah adalah Allah yang setia, Allah yang ramah kepada umatNya. Allah adalah Tuan Rumah yang ramah menyambut atau menolong umatNya yang tidak setia menjadi setia, umat yang jauh dari Allah  dijadikan dekat dengan Allah.

Konteks Perjanjian Baru

Keramahtamahan atau hospitality Allah tidak berhenti pada Perjanjian Lama. Tetapi keramahtamahan Allah berlanjut di dalam Perjanjian Baru. Keramahtamahan Allah dilanjutkan dengan kehadiran-Nya di dunia ini melalui kedatangan Tuhan Yesus Kristus. Penulis Alkitab pada Perjanjian Baru memberi kesaksian bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Roh Allah yang turun atas Maria sehingga Anak yang dikandungnya adalah Kudus Anak Allah yang maha tinggi  (Lukas 1:26-35).  Tuhan Yesus Kristus yang lahir di kandang domba di Betlehem adalah Anak Allah yang membawa misi Allah untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Hal ini terjadi, bukan karena kebaikan manusia, bukan karena kekuatan manusia, ataupun kegagahan manusia melainkan karena kasih Allah, keramahtamahan Allah, hospitality Allah bagi dunia (Yohanes 3:16-18). Allah menjadi Subyek karya penyelamatan, pembebasan ataupun keramahtamahan Allah sebagai Tuan Rumah yang menyelamatkan tamunya, yaitu umatNya sebagai orang asing. Orang lumpuh bisa berjalan, orang buta dapat melihat, orang tuli dapat mendengar, orang kusta disembuhkan, orang mati dibangkitkan bahkan orang berdosa ditebusNya, diampuniNya.

Karya penyelamatan Allah, hospitality Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus dilakukan melalui karya-Nya di dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Dalam penyaliban-Nya, Tuhan Yesus telah membuka tabir Bait Suci sebagai simbol bahwa hubungan antara Allah dan manusia kembali pulih. Dalam kematian-Nya, Tuhan Yesus telah turun dalam kerajaan maut (Pengakuan iman Rasuli nomor 7). Dan dalam kebangkitanNya, Tuhan Yesus telah mengalahkan kuasa maut yang berdampak kepada kehidupan umat-Nya (Matius 28:1-10). Demikian juga dengan kenaikan-Nya ke sorga, Tuhan Yesus menyediakan tempat bagi kita yang percaya kepadaNya (Yohanes 14:1-3). Demikianlah, hospitality Allah di dalam Yesus Kristus tidak hanya sebatas untuk kehidupan masa kini. Tetapi, Tuhan Yesus berkarya untuk masa depan umat-Nya bahkan sampai kehidupan setelah kematian (II Korintus 5:1-5).

Paska kenaikan-Nya ke sorga, hospitality Allah masih tetap berlangsung di dunia ini bagi para murid-Nya atau gereja-Nya. Roh Kudus yang membimbing dan menyertai umat-Nya di dalam hidup bergereja, bersaksi, bersekutu dan melayani-Nya (Kisah Para rasul 2:1-13, I Petrus 2:9-10). Dengan kuasa Roh Kudus itulah hospitality Allah berlaku bagi umatNya. Dengan kuasa Roh Kudus, gereja dapat berdiri tegak, gereja dapat berkarya bagi Sang Tuan Rumah yang “ramah” kepada gereja-Nya.

Konteks Kekinian

Keramahtamahan atau hospitality Allah tidak hanya terjadi dalam sejarah karya penyelamatan Allah bagi umat-Nya yang tertulis di dalam Alkitab. Keramahtamahan atau hospitality  Allah juga terjadi dalam hidup dan kehidupan GKSBS. Keramahtamahan atau hospitality Allah sebagai Tuan rumah di GKSBS telah menganugerahkan berkat dan kekuatan kepada tamunya sebagai orang asing di Sumbagsel, yaitu GKSBS. Tuhan Allah memberkati dan menyertai upaya GKSBS dalam mencapai suatu tujuan membangun dan mendirikan jemaatNya yang bernama GKSBS. Sekaligus GKSBS bersama warga masyarakat membangun kehidupan yang “layak”. Kendati kelayakan ini relatif bagi setiap orang yang memandangnya. Tetapi paling tidak, dari hari ke hari, dari waktu ke waktu mengalami suatu perubahan hidup dari kesulitan menjadi banyak kemudahan seiring dengan kemajuan peradaban manusia.

“Kurang dan Wirang” yang  pernah dimiliki oleh GKSBS, kini sudah tiada lagi. GKSBS yang pernah mengalami kekurangan atau keterbatasan pelayan gereja, kini sudah agak tercukupi. GKSBS yang pernah hidup sendiri-sendiri (GKL. GKSS, GKB, GKJ) tetapi kini sudah menyatu di dalam Bait Sucinya Sumbagsel, yaitu GKSBS. GKSBS pernah berkendaraan ngonthel, tetapi kini sudah nga-gas kendaraan sudah sampai tujuan. GKSBS yang pernah dilawat, dibantu, kini sudah melawat dan membantu. GKSBS yang pernah kesulitan memperoleh bahan terbitan untuk pelayanan gereja, kini sudah tersedia, dan masih banyak lagi hasil-hasil yang dicapai GKSBS.

Melalui refleksi iman GKSBS “Kok iso yo?” ternyata iso itu karena ada Tuan Rumah di GKSBS yang ramah. Keramahan atau hospitality Tuan Rumah di GKSBS tidak sekedar tersenyum, menyapa, dan suka tertawa. Tetapi Keramahtamahan atau Hospitality yang bertindak atas kesulitan dan tantangan hidup GKSBS. Tuan Rumah itu adalah Allah sendiri yang selalu ada dan hadir dalam perjalanan hidup GKSBS. Dalam perjalanan hidup GKSBS masa lalu dan kini, bukanlah perjalanan hidup yang mulus tanpa masalah dan pergumulan hidup. Kendati demikian, GKSBS tetap percaya dan terus berjuang karena ada dan hadir Tuhan Allah di tengah-tengah kehidupan GKSBS.

Dari sikap ramah Allah pada GKSBS, itu hendaknya membawa GKSBS kepada rasa Syukur karena memiliki Allah yang mau menerima GKSBS dengan ramah yang dibuktikan melalui penebusannya di kayu salib. Bukan hanya sampai di situ sikap keramahan Allah sebagai Tuan Rumah adalah dengan menjanjikan keselamatan bagi kita yang tinggal di RumahNya.

Sebagai Tuan Rumah yang baik, kita tidak lagi merasa asing di Rumah Bapa, melainkan karena sikap yang ramah dari Allah membuat kita nyaman untuk selalu bersama denganNya. Kendati kini masih banyak tantangan hidup dalam ber-GKSBS dan bermasyarakat, tetapi sejarah pengalaman masa lalu membuktikan bahwa Tuhan Allah tidak berubah. Tuhan Allah yang ramah kepada bangsa Israel dan para pendahuku kita, maka Tuhan Allah juga pasti ramah dalam hidup kita masa kini,  Sikap ramah Allah kepada GKSBS yang di dalamnya ada janji keselamatan di dalam RumahNya, itu hendaknya dilanjutkan oleh setiap orang di GKSBS. Sebagaimana GKSBS telah menerima sikap ramah dari Tuhan Allah, maka hendaknya GKSBS melanjutkan keramahtamahan itu bagi sesama manusia, bahkan bagi seluruh ciptaan.

Silakan dibagi