Surat Pastoral Pemilihan Umum 2024

Saat ini kita sudah memasuki bulan Oktober 2023. Selain kita memasuki Masa Perayaan Hidup Berkeluarga [MPHB], Oktober juga berarti bahwa Pemilihan Umum [PEMILU) yang akan dirayakan oleh bangsa ini semakin dekat. Seperti yang biasa terjadi, pemilu selalu membawa intensitas pembicaraan sedikit meningkat, baik secara jumlah maupun secara isu-isunya. Pemilu yang oleh KPU sudah ditetapkan akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 yang akan datang adalah pemilu yang baru pertama kalinya dilaksanakan berbarengan sekaligus, antara pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden. Oktober ini adalah masa di mana pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Kemudian akan disusul masa penetapan daftar calon tetap [DCT] untuk anggota legislatif di bulan November.

Majelis Pimpinan Sinode [MPS] GKSBS telah menerbitkan Surat Pastoral berkaitan dengan pesta demokrasi yang pasti akan dirayakan juga oleh anggota jemaat GKSBS. Berikut surat pastoral dari MPS GKSBS.

Kepada Yth. Jemaat dan Klasis di GKSBS,

Bapak Ibu dan saudara yang dikasihi oleh Tuhan, kita akan memasuki masa kampanye pada waktu dekat, masa tenang dan memilih calon-calon wakil rakyat di daerah, pusat dan calon presiden. Pemilu secara langsung, umum bebas dan rahasia akan di laksanakan Februari tanggal 14 tahun 2024. Masih banyak dari masyarakat atau Warga Kristen yang enggan untuk terlibat dalam perhelatan 5 (lima) tahunan ini. Juga tidak jarang kita mendengar ungkapanungkapan yang muncul seperti “, Ambil Uangnya tapi jangan pilih orangnya”, atau “Siapapun yang terpilih, kita tetap begini saja” . Di era yang serba instan ini, kita tidak tahu apakah kalimat tersebut sudah direfleksikan secara teologis atau tidak. Refleksi itu penting apalagi terkait pemilu agar tindakan mencerminkan keimanan sebagai pengikut Kristus.

Sedikit atau banyak, istilah tersebut mewarnai pandangan kita tentang politik dan sikap kita terhadap Pemilu. Ungkapan di atas sekilas cenderung melihat politik sebagai wilayah yang buruk. Berbagai sebab mengakibatkan kita berpendapat demikian. Salah satunya adalah karena praktek-praktek yang dilakukan oleh oknum politisi yang hanya berpikir keuntungan diri sendiri. Faktor yang lain karena kita tidak merasa mendapatkan perubahan apapun dari Pemilu tersebut. Juga masyarakat memilih karena tidak tahu, terpaksa atau korban sistem. Maka muncul sikap untuk menjauhi atau menganggap rendah terhadap proses politik tersebut. Bahkan lebih buruk lagi mendulang di air keruh, memanfaatkan situasi. Berpandangan negatif, menjauhi atau memanfaatkan untuk kepentingan sesaat. Maka pada akhirnya kita melihat wajah buram dari Politik dan Pemilu. Ini berbahaya bagi negara. Juga menimbulkan pertanyaan, “Apakah ini sesuai dengan Iman Kristiani kita?”

Bapak ibu dan saudara yang dikasihi oleh Tuhan, kita eling bahwa kita adalah rakyat dari sebuah negara bernama Indonesia. Indonesia adalah Negara Demokrasi (demokrasi dari bahasa Yunani kuno demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kedaulatan/kekuasaan atau Dari Rakyat Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat) yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 Pasal 1. Ayat (2) yang menyatakan bahwa:

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Salah satu kondisi yang harus ada dan menopang demokrasi adalah Pemilu. Maka ketika pemilu dirusak, itu perbuatan merusak Negara Indonesia, dan merusak diri sendiri sebagai rakyat.

Apakah politik itu buruk? Awalnya, kata politik (Bhs Yunani : Polis = Kota) dipakai oleh Aristoteles berarti ilmu yang mempelajari tentang tata kelola kota dan urusan umum dalam masyarakat. Tata kelola dan urusan umum tentu merujuk pada urusan kesejahteraan warga. Politik dilakukan demi kesejahteraan warga. Disisi lain, gereja juga mempunyai tujuan untuk damai dan Sejahtera (Shaloom). Gereja-gereja di Indonesia mengupayakan perbaikan alam, mewujudkan keadilan pada yang terpinggirkan dan mengembangkan perdamaian dalam situasi yang majemuk. Di tingkat dunia, ada Marthin Luther King Jr yang terlibat politik untuk keadilan bagi sesama. Semuanya agar damai dan Sejahtera hadir di bumi. Walaupun tidak sama persis, politik dan gereja mempunyai tujuan yang bersinggungan tetapi tidak bertolak belakang. Karena itu harusnya gereja dan politik dapat bergandengan tangan mewujudkan cita-cita perdamaian dan kesejahteraan tersebut.

Ini tepat seperti permintaan Yakobus kepada pembacanya untuk mensejahterakan kota kediamannya (perantauan). Kita dapat menalar bahwa pembaca surat Yakobus juga didorong untuk terlibat dalam politik. Tentu politik yang mensejahterakan warga kota, bukan mensejahterakan diri sendiri. Karena Surat Yakobus juga sangat menentang orang-orang yang mementingkan diri sendiri sehingga sistem menjadi rusak. (Yak. 2:1-13) (Yak 5:1-6).

Bagian terakhir dari Visi GKSBS juga menyinggung tentang “memperkokoh NKRI” sebagai bagian yang lebih luas, sebagai dampak dari Kemandirian dan Keterbukaan. Di bagian tersebut GKSBS menyadari tugasnya adalah menghadirkan damai Sejahtera di NKRI. Maka, mau tidak mau, kita telah mengambil posisi politis.

Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, kita sebagai warga negara dan warga jemaattidak dapat mengabaikan pentingnya proses politik dan pemilu. Politik dan Pemilu adalah bagian dari mempertahankan negara dan menjalankan system agar tujuan negara tercapai. Sebagai warga kristiani, keterlibatan kita merupakan perwujudan dari Iman agar tercipta damai Sejahtera. Sebagai bagian dari GKSBS pemilu adalah cara untuk mempertahankan NKRI.

Langkah-langkah yang dapat kita ambil adalah :

  1. Pilihlah orang yang terbaik (menurut kita) untuk calon wakil di DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, Dewan Perwakilan Daerah dan Calon Presiden/Wakil Presiden untuk mewujudkan apa yang kita harapkan. Kenali track-record dari calon-calon yang ada. Karena ini tidak mudah, bawalah penilaian ini didalam pergumulan dan doa. Bila memungkinkan ajaklah si calon untuk memperbincangkan isu-isu kemiskinan, toleransi umat beragama, ekologi dan isu-isu lain yang sedang menjadi pergumulan gereja dan negara.
  2. Bantulah dia untuk memenangkan kontestasi dengan tulus dan jangan meminta sesuatu apapun. Karena kalau kita meminta sesuatu ada kemungkinan kita terlibat dalam money politik atau dikemudian hari si calon akan menghitungnya sebagai “modal” yang harus dibayar kemudian bagaimanapun caranya.
  3. Apabila calon tersebut menawarkan bantuan sebelum terpilih jangan diterima, karena itu akan memaksa calon untuk bertindak salah ketika dia nanti terpilih. Berbeda halnya apabila nanti ketika ia sudah terpilih dan ia melakukan melaksanakan program di mana saudara menjadi penerima manfaatnya. Doakan ketika ia telah menjadi pemimpin. Bila memungkinkan, diskusikan isu-isu actual.
  4. Bila mempunyai kesempatan, adalah baik untuk terlibat dalam proses pembuatan dan pengamanan TPS, Pengawalan Kotak Suara, Pengawas dan Panitia Pemilu dan sebagainya. Ini juga merupakan keterlibatan yang penting dan perwujudan dari iman.

Akhir kata, Pemilu dan Politik adalah juga konteks tempat gereja harus terlibat. Mengabaikan, memanfaatkan untuk diri sendiri atau merusak, bukanlah perbuatan gereja yang harus mencerminkan iman sebagai garam dan terang.

Mari doakan agar kita diberi kesempatan melakukan hal-hal baik bagi Bangsa Indonesia dan bagi Gereja Gereja Tuhan di Indonesia. Sesuatu menjadi gelap bukan karena gelap itu diciptakan. Tetapi karena terang abai hadir.

Terpujilah Kristus Terang Dunia.

Metro, 21 September 2023
Majelis Pimpinan Sinode [MPS] GKSBS

Pdt. Yohanes Eko Prasetyo, S.Sos, S.Si
Ketua

Pdt. Erik Timoteus Purba, M.Si
Sekretaris

Unduh SURAT PASTORAL PEMILU 2024


Silakan dibagi