Perikop: Lukas 2: 25-40. Warna Liturgi: Ungu
Jemaat yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.
Menurut banyak orang, paling sulit dalam hidup adalah mengetahui kehendak Tuhan. Budaya telah mempersepsikan bahwa Tuhan itu baik. Maka setiap hal yang dikerjakan-Nya adalah baik adanya. Pertanyaan muncul ketika terjadi kejahatan: muncul pertanyaan: jika Tuhan itu baik, mengapa ada kejahatan? Bukankah Tuhan itu Maha Kuasa? Tidak bisakah Ia meniadakan kejahatan sehingga yang terjadi baik semata? Pertanyaannya sekarang adalah baik itu menurut siapa? Bukankah manusia selalu dominan baik menurut diri sendiri? Dan inilah yang menyebabkan terjadinya beda penilaian tentang yang baik menurut Tuhan dan baik menurut manusia.
Jika mundur sejenak ke belakang, rancangan Tuhan pada mulanya baik adanya. Namun setelah manusia jatuh dalam dosa, manusia menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat (Kejadian 3:22). Dosa telah membuat manusia meleset dari apa yang Allah rancang semula. Manusia terpisah dari Allah, terusir dari Taman Eden. Akibatnya, relasi antara manusia dengan Allah menjadi jauh dan rusak. Itu sebabnya dapat dipahami bahwa saat ini manusia kesulitan menemukan kehendak Allah. Kita sulit memahami karya Allah, meskipun Allah sudah dengan nyata menyatakan kehendak-Nya.
Jemaat yang dikasihi Tuhan,
Hari ini manusia telah pada posisi menyimpang atau meleset dari rancangan Allah. Maka wajar jika manusia lebih sering kesulitan untuk terhubung dengan Allah. Berbagai ritual dan simbol dibuat manusia dalam rangka bisa ‘terhubung kembali’ dengan Allah. Tempat ibadah dibangun pada tempat tinggi; dibangun semegah dan seindah mungkin. Harapannya, Allah berkenan ditemui pada tempat tersebut. Sayangnya, tidak pernah ada jaminan bahwa manusia akan menemukan Allah dengan tempat, ritual dan simbol tersebut. Itu sebabnya perlu intervensi Ilahi agar manusia dapat paham kehendak-Nya. Allah sendiri dalam otoritas-Nya menyatakan diri kepada manusia sehingga manusia dapat menemukan Dia. Para nabi dan orang-orang percaya adalah mereka yang mendapatkan pernyataan dari Allah. Mereka “didatangi” oleh Allah dengan berbagai macam cara. Disitulah Allah menyatakan diri. Para penulis Alkitab mendokumentasikan perjumpaan tersebut untuk diwariskan dari generasi ke generasi. Untuk menguji bahwa yang menyatakan diri adalah Allah yang sama, maka perlu kesinambungan pesan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya. Pesan dibawa secara dinamis berdasarkan konteksnya. Kabarnyapun beragam; beberapa berupa kabar pengharapan, yang lain berupa petunjuk praktis dalam menjalani kehidupan. Bahkan kabar penghukumanpun dikumandangkan dengan tujuan agar umat bertobat dan berbalik setia kepada Allah. Contohnya, Yunus. Seorang yang membawa kabar penghukuman, berkotbah sangat pendek dan singkat. Hasilnya? Niniwe bertobat, meskipun Yunus sendiri tidak setuju dengan hasil tersebut!
Persoalannya sekarang, setelah seseorang tahu kehendak Tuhan, apa yang akan dilakukannya? Kita mau apa? Kita memilih apa? Mau taat atau tidak taat kepada Allah?
Simeon dan Hana adalah contoh orang-orang yang mendapatkan pernyataan dari Allah. Penantian mereka panjang. Mereka mendapat pesan tentang akan datangnya Pelepas yang akan melepaskan umat-Nya dari dosa. Waktu terus berlalu, hingga akhirnya mereka menjadi tua. Di usia senjanya mereka masih menanti dalam pengharapan. Dalam hal ini, memelihara harapan memang bukan perkara mudah. Apalagi dalam batasan ruang dan waktu, sementara tubuh semakin merosot. Disini diperlukan ketanggungan untuk terus berharap meskipun kenyataan seringkali bertolak belakang dengan harapan tersebut.
Simeon dan Hana bertahan. Tuhan menyatakan kehendak-Nya dengan cara yang berbeda. Roh Kudus ada pada Simeon (ay.26, 27) sementara Hana menjadi orang yang taat beribadah di bait Allah meskipun usianya telah 84 tahun (ay.37). Ia taat beribadah, berpuasa dan berdoa. Pengalaman mereka berbeda namun mendapatkan pernyataan yang sama, yaitu tentang kelepasan bagi umat-Nya. Terjadi perjumpaan yang unik antara natural dan supranatural. Imani dan rasional, ritual dan pastoral; selalu bisa menjadi dua sisi dari satu mata uang yang sama. Allah dapat menyatakan kehendak-Nya dengan cara apapun, namun perlu diwaspadai bahwa bukan apapun akan dipakai oleh Allah untuk menyatakan kehendak-Nya. Hal baik bisa saja menjadi alat bagi Allah menyatakan kehendak-Nya, namun ternyata dalam rekaan jahat manusiapun Allah bisa merekakan yang baik. Ingat cerita lama tentang Yusuf yang dijual sebagai budak; ternyata di kemudian hari menjadi cara Allah untuk memelihara keluarga besarnya dari ancaman kelaparan yang terjadi.
Jemaat yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.
Dalam hal Simeon dan Hana, mereka tidak berdiri sendiri. Ada Yusuf dan Maria yang dengan sengaja hidup dalam taat pergi ke Bait Allah untuk menyatakan syukur dalam bentuk persembahan burung tekukur dan anak burung merpati. Masing-masing membawa cerita: Simeon pergi ke Bait Allah karena Roh Kudus, Hana ke Bait Allah karena akan beribadah dan Bayi Yesus yang akan diserahkan oleh orang tuanya kepada Tuhan. Cerita mereka membawa pemahaman bahwa tidak ada yang kebetulan dalam kehidupan. Dalam setiap peristiwa selalu ada pekerjaan Allah yang dinyatakan. Bahkan dalam situasi yang kita kira sangat buruk sekalipun, Allah tetap bisa berkarya. Yakinkan diri akan hal ini agar tidak mudah putus asa dalam menjalani kehidupan. Allah selalu berkarya. Tugas kita adalah menemukan pekerjaan Allah yang dinyatakan tersebut.
Yang diperlukan adalah kepekaan akan pekerjaan tersebut. Tidak penting seberapa lama harus menanti, Hana yang 84 tahun, tetaplah percaya. Tetap menjadi tangguh dan ihklas seperti Simeon yang akhirnya merasakan kelegaan, meskipun yang digendongnya masih seorang Bayi; buka Yesus yang mengajar dengan penuh hikmat dan kuasa di kemudian hari. Bagi mereka berdua, yang mereka saksikan hari itu cukup untuk membawa kelegaan, karena yang terpenting bukan tentang mereka, namun tentang Dia yang adalah Mesias yang dijanjikan.
Ternyata kehendak Tuhan itu melampaui ruang dan waktu. Simeon dan Hana adalah alat di tangan Tuhan untuk menyatakan diri. Melalui mereka kabar sukacita keselamatan dikumandangkan. Dalam parau suara mereka yang telah berusia lanjut, tercatat oleh Lukas bahwa gemanya akan terus abadi. Simeon dan Hana adalah contoh orang-orang yang hidup dalam pengharapan. Mereka alat Tuhan untuk menyatakan diri tentang karya Penyelamatan Allah atas manusia. Mereka ada pribadi yang tangguh dalam menanti. Mereka fokus pada pernyataan yang diterima. Sampai akhirnya pernyataan itu nyata hari itu.
Jemaat yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.
Jemaat GKSBS adalah jemaat yang tangguh dalam mempunyai harapan. Ketangguhan ini perlu diwariskan kepada generasi berikutnya yang hari ini terkesan mulai loyo dan mudah putus asa. Terus ceritakan tentang kehendak Tuhan yang nyata, senyata kenyataan hari ini. Kehendak Tuhan itu terenda dalam setiap cerita kehidupan, terpatri dalam banyak pengalaman dan terangkai dalam banyak peristiwa. Hidup kita hari ini adalah potongan puzzle tentang karya penyelamatan Allah atas kehidupan. Hiduplah senantiasa dalam pengharapan, seperti Simeon dan Hana. Amin.