Mengakhiri Tahun dengan Percaya – Refleksi Pengujung 2023

Matius 6:25-34

Tanpa terasa tahun 2023 telah ada di ujungnya. Kita sadar bahwa setiap hari adalah sama, kitalah sebagai manusia yang menciptakan kalender sehingga kita sepakat menghitung segala hal berdasarkan perhitungan kalender tersebut. Meskipun demikian, kita sangat bersyukur bahwa kalender tersebut menolong kita untuk mengevaluasi kehiduoan agar semakin hari kehidupan kita semakin baik. Masih terasa seru ketika di awal tahun kemarin kita dibayangi oleh berita yang mengisyaratkan bahwa tahun 2023 adalah tahun suram bagi perekonomian. Kita mungkin termasuk orang-orang yang cemas ketika memikirkannya. Apalagi bagi kita yang bergerak di bidang ekonomi sebagai pebisnis, atau yang lainnya; dampaknya sangat terasa. Kecemasan dan rasa kuatir ada di mana-mana, dijumpai pada diri setiap orang meskipun  ditutupi dengan senyum tanda masih ada pengharapan. Akhirnya semua berlalu; diujung tahun 2023 kita patut bersyukur bahwa apa yang sempat mencemaskan terbukti tidak benar. Mungkin beberapa usaha memang terdampak pada prediksi tersebut, namun kenyataannya kita berhasil melewati tahun 2023 tanpa harus kekuarangan apapun. Puji Tuhan!

Meskipun demikian, kita tidak boleh jatuh pada sebuah eforia sesaat. Tahun 2024 sedang menjelang dan bagi Bangsa Indonesia, ini adalah Tahun Politik, dimana 14 Februari 2024 yang akan datang, kita akan ambil bagian dalam berdemokrasi untuk memilih pemimpin yang kita beri mandat untuk memimpin Indonesia, minimal sampai dengan 5 tahun yang akan datang. Tidak bisa dihindari bahwa rasa kuatir yang lain akan hadir. Jangan sampai salah pilih sehingga memberikan mandat kepada orang yang salah. Itu sebabnya kita perlu menjadi pemilih yang cerdas dengan memperlengkapi diri dengan pengetahuan yang cukup terhadap kandidat yang ditawarkan sehingga dapat dengan bijak memilih dalam iman dan pengharapan. Mungkin tidak seperti yang kita ekpekttasikan, minimal setiap kita bertanggungjawab dengan setiap pilihan yang dilakukan.

Meskipun demikian, dalam skala mikro, siapapun yang memimpin, tetap saja kita harus bergulat dengan kehidupan personal. Rasa kuatir akan kebutuhan primer yang harus dipenuhi, tetap saja menjadi pergumulan yang tiada akan ada habisnya. Pangan, sandang dan papan tetap menjadi sebuah jaminan dalam kehidupan sosial, bagi seseorang untuk dinyatakan sebagai seorang yang layak disebut sebagai orang yang beruntung. Mungkin beda orang akan beda pergumulan. Bagi seseorang selalu bertanya, “Besok makan apa?” Yang lain berkomentar, “Besok makan dimana?” Ada juga yang berkomentar, “Besok makan siapa?”. Komentar pertama merujuk pada orang-orang papa yang kebingungan tanpa jaminan masa depan; sementara komentar kedua mengarah pada mereka yang kebingungan menentukan pilihan selera dengan cita rasa tertentu; sementara komentar ketiga bisa jadi dibuat oleh para penguasa yang berupaya menambah kekayaan tanpa peduli dengan keprihatinan yang terjadi disekitarnya.

Di sebuah padang pasir pernah ditemukan telah dijadikan sebagai tempat sampah konveksi. Berjuta pakaian di buang setiap tahunnya. Yang menyedihkan, pakaian tersebut masih berlabel harga, tanpa cacat fisik sama sekali. Dibuang karena salah mode atau musim yang telah berganti. Suatu ironi, ketika ditempat lain banyak orang telanjang sementara di tempat tersebut pakaian menjadi sampah dan tidak terpakai. Sementara itu, setiap hari puluhan ton makanan sisa harus dibuang dari restoran mewah, entah karena sisa atau pelanggan yang salah pesan atau pelanggan yang hanya ingin mengambil gambar untuk kepentingan konten dan meninggalkannga begitu saja di meja. Sementara di belahan bumi yang lain, kemiskinan dan kelaparan merajalela. Tubuh dengan kondisi tinggal kulit pembalut tulang menjadi foto menarik perhatian di media sosial. Ironis bukan?

Tuhan Yesus telah paham dengan kemungkinan kondisi hidup yang diwarnai rasa kuatir. Banyak orang berpendapat bahwa kuatir itu alamiah; hal yang tidak perlu dipikirkan secara serius sebab semua orang mengalaminya. Bahkan jarang orang mengkaitkan rasa kuatir dengan dosa. Kuatir dianggap hal lumrah terjadi pada setiap orang. Pertanyaan sekarang, mengapa Yesus melarang? Dengan tegas Yesus berkata, “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” Kuatir itu dilarang! Kuatir itu tidak lebih rendah dari perintah lain yang mengatakan, “Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”. Dapat disimpulkan bahwa kuatir itu dosa! Sadarkah?

Pertanyaan berikutnya, mengapa kuatir itu terkait dengan dosa? Mengapa kuatir itu masalah yang serius bagi kehidupan? Sebab kuatir itu terkait dengan pola pikir yang kurang percaya kepada Tuhan! Kuatir itu memperlihatkan bahwa seseorang sedang hanya mengandalkan diri sendiri. “Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?” Saatnya berbenah pemahaman bahwa kuatir itu persoalan serius. Kuatir akan berpengaruh pada banyak hal dalam kehidupan. Kuatir itu menjadi pertanda bahwa seseorang mulai menjauh dari Tuhan! Itu sebabnya perlu ditata ulang paradigmanya.

Pertama, kenali hal yang paling gampang membuat rasa kuatir itu hadir. Bukankah terkait dengan kebutuhan primer? Sandang, pangan dan papan! Itu yang Yesus maksud ketika Ia menyatakan agar tidak kuatir tentang makanan dan pakaian. Mengenali hal yang rentan membuat kuatir akan menolong kita untuk waspada. Tidak gampang hanyut oleh perasaan sesaat hanya didasarkan pada apa yang dapat di indera.

Kedua, berfikir logis dan cerdas. Yesus menyatakan, “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” Kuatir itu tidak akan mengubah apapun selain menambah beban pikiran dalam kehidupan. Jika ingin bukti, lakukan percobaan ini: tulis segala yang di kuatir kan pada secarik kertas. Data apapun hal yang mengkuwatirkan dalam hidup. Kemudian simpan dalam jangka waktu tertentu. Kemudian buka tulisan tersebut, apakah yang dikuatirkan terjadi? 99 % yang kita kuatirkan sering tidak terjadi! Lalu mengapa harus menghabiskan energi untuk kuatir sementara itu tidak pernah terjadi? Berfikir logis menjadi penangkal yang jitu dalam mengatasi kuatir.

Ketiga, belajar dari alam. Yesus mengajak kita untuk melihat burung dan memandang bunga bakung. Alam cukup bagi kita memberikan pelajaran bahwa Allah selalu memelihara. Ini lebih dari cukup bagi kita untuk percaya bahwa Ia pasti akan terus memelihara kehidupan kita. Jika alam saja dipelihara oleh terlebih kita!

Keempat, menemukan hal prioritas dalam hidup. “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Manusia diciptakan dengan potensi untuk mengelola bumi. Meskipun telah jatuh dalam dosa, kemampuan tersebut tetap ada meskipun sering menyimpang dari kehendak Allah. Salah satu bentuk penyimpangannya adalah kesulitan membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Seringkali kehidupan manusia didominasi oleh keinginan sehingga kebutuhan menjadi tersamarkan. Dalam hal ini keinginan manusia itu tidak terbatas. Hanya manusia itu sendiri yang bisa membatasi. Fokus pada hal prioritas dalam hidup menjadi tanda bahwa seseorang mulai menemukan hal prioritas dalam hidup. Ia yakin bahwa Tuhan akan selalu memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya. Menjadi hal baik dalam hidup menjadi prioritas utama sehingga dapat bersyukur setiap saat atas berkat yang telah Allah berikan di sepanjang hidup.

Dengan menata pikiran searah dengan empat hal diatas, maka langkah terakhir adalah berstrategi dalam menata pikiran, “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” Kita perlu paham bahwa setiap hari adalah anugerah Tuhan. Setiap hari ada kesusahannya sendiri. Masa lalu harus diterima sebagai pengalaman hidup. Masa lalu tidak bisa diubah, meskipun demikian masa lalu dapat dipelajari. Masa depanlah yang bisa ditata. Allah melibatkan kita dalam menata masa depan. Proses penataan itulah hari ini! Jemaat GKSBS terbukti tangguh dalam menjalani tahun-tahun di perantauan. Meskipun awalnya tidak jelas akan masa depan, namun lambat dan pasti masa depan mulai tertata baik. Demikian juga tahun 2023 akan kita tinggalkan sebagai sebuah memory tentang penyertaan Tuhan. Memang banyak hal buruk terjadi, namun kita mau fokus pada hal baiknya. Di moment pergantian tahun ini, kita hendak menata ulang pikiran kita untuk tidak kuatir tentang apapun juga. Yakin dan percayalah bahwa Allah akan terus menyertai.


Nas Pembimbing         : Mazmur 90:12
Berita Anugerah          : Ibrani 13:8
Nas Persembahan        : Mazmur 107:22
Nyanyian :

  1. Nyanyian Pembukaan : KJ 1:1, 2
  2. Nyanyian Pujian : PKJ 7:1, 2,3
  3. Nyanyian Peneguhan : KJ 333 (2x)
  4. Nyanyian Responsoria : KJ 331:1, 2,3
  5. Nyanyian Persembahan : KJ 450:1-
  6. Nyanyian Penutup : KJ 40:1, 5,6

Silakan dibagi