Sejarah GKSBS Jati Agung

Jika mendengar nama desa Sumber Rejeki (Sekarang Sumber Jaya) maka sebagian kita akan langsung terbesit dengan dua tokoh yang menjadi saksi sejarah dan bahkan pelaku sejarah dalam pertumbuhan jemaat Kristen. Beliau adalah Bapak Pdt. Em. Suyatno dan istrinya terkasih, Ibu Tien Mustika. Dapat dikatakan beliau berdua yang menyalakan Cahaya Kristus di dalam kegelapan di desa Sumber Rejeki. Dalam sebuah tulisan Riwayat Pertumbuhan GKL Kelompok Sumber Rejeki yang di buat oleh Pdt. Em. Suyatno, dikatakan bahwa daerah Sumber Rejeki sama sekali belum pernah terjangkau oleh Injil, latar belakang kehidupan masyarakat sebagai petani yang mayoritas beragama Islam, Kejawen, dan Abangan.

Nglari Sebagai Sebuah Upaya

Pada tahun 1973 ada PT. Hirema masuk di wilayah Sumber Rejeki, dan pada saat itu juga ada karyawan dari PT tersebut beragama Kristen dan mereka membuat sebuah persekutuan vokal group dan berlanjut mengadakan pemahaman Alkitab bersama. Kegiatan tersebut di pimpin oleh Ir. Sri Hartono dan Bapak Kasiman. Menurut kesaksian Pdt. Em. Suyatno, vokal Group para karyawan ini pernah mengisi persembahan pujian di GKL Tanjung Karang saat masih beribadah di gedung gereja Marturia (gereja peninggalan Belanda, sekarang GPIB Marturia). Ada sebuah upaya nglari. Istilah Jawa ini berarti berlari atau mencari. Jadi jelas para karyawan ini berlari atau mudahnya di artikan mencari tempat untuk bersekutu. Sebab musababnya karena mereka adalah jemaat Kristen dari Jawa yang merasakan kerinduan untuk bersama-sama bersektu sebagai jemaat Tuhan. Pada awal 1974 karyawan PT. Hirema telah mengadakan ibadah hari minggu sendiri di basecame, dengan memohon pelayan dari GKL Way Galih yang jaraknya dari desa Sumber Rejeki sekitar 8 km.42 Pelayan yang di utus untuk melayani jemaat Sumber Rejeki adalah Guru Injil Suwarjono (sekarang pendeta emeritus GKSBS Baradatu), dan Pnt. Wiyono. Ketika persekutuan dan kesaksian di lingkungan Sumber Rejeki sudah menjadi berkat, mulailah ada orang-orang yang telah menerima Kristus sebagai Juru Selamat; pada waktu itu ada 9 orang karyawan yang di baptis dan dilayani oleh Pdt. Pujo Suwito. Berawal dari nglari hingga mengadakan persektuan di lingkungan basecame para karyawan, keberadaan orang-orang Kristen rupanya sudah mulai dirasakan oleh masyarakat desa Sumber Rejeki.

Perginya Para Sahabat

Suatu ketika tanpa di duga-duga, pada akhir tahun 1976 ada sesuatu hal yang terjadi di lingkungan perusahaan perkebunan PT. Hirema tersebut yang berakibat menghentikan semua aktivitas para karyawan. Maka seluruh karyawan meninggalkan desa Sumber Rejeki termasuk juga karyawan yang beragama Kristen, akan tetapi ada satu orang karyawan dan istrinya tetap tinggal di desa tersebut, beliau adalah Suyatno dan Istri. Perginya para sahabat jelas membawa sebuah pergumulan yang luar biasa bagi Suyatno dan Istri. Sekitar tahun 1977 adanya sebuah upaya untuk pergi meninggalkan desa Sumber Rejeki dan mencari kehidupan di Bogor ataupun di Palembang, akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama, sebab sang karyawan ini harus Kembali lagi di desa Sumber Rejeki dan mencari kehidupan di sana. Perginya para sahabat seketika menghentikan kegiatan persekutuan, dan hal itu sangat menyedihkan.

Hati Misi yang Berkobar

Dalam keheningan malam terucap sebuah doa, “berikanlah kami saudara seiman” itulah kata-kata yang di ungkapkan oleh Suyatno dan Istri. Setelah melalui pergumulan yang cukup Panjang, pada tahun 1978 Suyatno dan Istri mengambil sebuah keputusan untuk tetap tinggal di desa Sumber Rejeki. Dalam pergumulannya itu, Tuhan telah membukakan visi baginya supaya mengerjakan sesuatu di Sumber Rejeki yaitu mewartakan kabar keselamatan bagi umat manusia, diawali dengan mendoakan desa Sumber Rejeki dan sekitarnya yang memang penduduknya sama sekali belum ada yang mengenal Kristus sebagai Juruselamat. Maka pada bulan Juni 1979 Ibu Tien membuka sebuah kegiatan di desa Sumber Rejeki yaitu Bimble yang bernuansa sekolah minggu, yang ternyata banyak peminatnya, sekitar 15 anak dan selama 6 bulan kegiatan tersebut, membawa orangtua para murid ingin mengenal Kristus. Subiman sekeluarga, Suwardi sekeluarga, Suradi sekeluarga, Parto Rejo sekeluarga, dan Trimo serta Istri. Sontak hal ini membuat Suyatno dan Istri samakin yakin akan visi Allah yang telah diberikan kepadanya. Hati misi yang semakin berkobar, membawa Suyatno dan istri lebih serius lagi melakukan pekabaran Injil. Melalui pertumbuhan yang terjadi, adanya sebuah inisiatif Suyatno untuk menghubungi majelis GKL Tanjung Karang untuk memberi pelayanan kepada mereka yang ingin masuk agama Kristen. Melalui rapat GKL Tanjung Karang yang diketuai oleh Pnt. Setyo Hadi membuat keputusan dan menugasi Bapak Sukarwan Wiryo Suharjo sebagai katekis untuk membantu pelayanan katekisasi bagi calon anggota jemaat yang berada di desa Sumber Rejeki. Satu tahun berjalan pada 12 Desember 1980 telah dilayani Baptisan yang pertama kali di desa Sumber Rejeki sebanyak 15 jiwa, yang dilayani oleh Pdt. Pujo Suwito. Pada moment itu juga dilayani pentahbisan majelis bagi Suyatno, serta sebagai tanda hidupnya Kembali persektuan di desa Sumber Rejeki di bawah asuhan GKL Tanjung Karang. Hati misi yang berkobar telah memenangkan jiwa, serta sesuai dengan doa “berikanlah kami saudara seiman.”

Semangat untuk bermisi juga dimiliki oleh jemaat-jemaat baru, mereka merasa terbeban atas keluarga dan saudara-saudaranya yang belum menerima Kristus, mereka telah membentuk kelompok-kelompok doa dan melaksanakan program pekabaran Injil yang melibatkan seluruh anggota jemaat. Sehingga terjadi perkembangan baru, dan pada 1981 ada 39 jiwa yang menerima baptisan. Dalam semangat misi yang berkobar bukan berarti tidak pernah ada kendala, pada tahun 1982 dikenang sebagai tahun yang penuh dengan hambatan dan tantangan, sebab pada pertengahan tahun ini juga di desa Sumber Rejeki berdiri sebuah kegiatan semacam sekolah minggu yang dilakukan oleh saudara-saudara Islam yang bersikap anti Kristus. Penghambatan ini berlanjut dengan sebuah teror kepada anak-anak Kristen yang memiliki latarbelakang Islam, supaya mereka ikut dalam kegiatan sekolah minggu Islam. Tidak berhenti sampai di sana, sering sekali kegiatan mawalan dengan suara rebana yang keras mengganggu jemaat ketika sedang beribadah, dan yang paling berasa hambatan di lakukan dengan menyebarkan isu Kristenisasi. Semua hambatanhambatan ini, rupanya tidak sanggup memadamkan semangat misi yang berkobar dan malah semakin terang cahayanya.

Hadir Untuk Menghidupi

Peziaran terus berlanjut, desa Sumber Rejeki terus mengerjakan tugasnya sebagai pionir di sekitar wilayahnya. Jemaat Sumber Rejeki mengembangkan pelayanan dan kesaksiannya ke desa Margodadi, desa Marga Agung, dan desa Jati Mulyo; Adapun orang-orang yang mulai belajar mengenal Kristus ialah, bapak Hadi, bapak Mitro Utomo, bapak Rajiono, bapak Rajiman, mereka adalah orang-orang yang memiliki pengaruh besar di lingkungannya. Maka pada tahun 1981 ada pertobatan sebanyak 23 jiwa baptisan yang di layani oleh Pdt. Pujo Suwito, demikian pada tahun yang sama kelompok desa Marga Agung terbentuk dan bapak Mitro Utomo ditahbiskan sebagai majelis jemaat dengan jabatan penatua. Pada masa ini juga, jemaat Sumber Rejeki sering sekali hadir dalam ibadah di jemaat yang berada di desa Marga Agung, kehadiran tersebut bertujuan untuk memberi semangat jemaat Marga Agung dalam bersekutu. Pada akhirnya persekutuan itu akan sama-sama hidup jika saling menguatkan, bagaimana jemaat yang banyak memberi samangat jemaat yang masih dalam tahap berkembang.

Kehadiran jemaat Sumber Rejeki dalam persekutuan ibadah di kelompok-kelompoklain, di iringi pelayanan dan kesaksian membuat banyak jiwa dimenangkan. Demikian Suyatno sebagai pelaku sejarah menceritakan proses nglari terjadi pada masa ini, bagaimana jemaat Sumber Rejeki beribadah bersama jemaat yang berada di Karang Anyar yaitu keluarga Sarijo, Sukamso, Sumaryo, Mujiyem, dan Sarono. Jemaat yang melayani atau menjadi majelis pada kelompok ini adalah bapak Sarijo dan bapak Sukamso. Pada mulanya kelompok Karang Anyar di bawah asuhan GKL Way Galih dan dikemudian hari dilayani oleh GKL Tanjung Karang, serta mengirimkan seorang guru injil Bernama Guntur Sudarsono yang kemudian hari beliau pindah ke Bengkulu. Perjalanan untuk menghidupi jemaat yang lainpun berlanjut menuju desa Umbul Rejo dan Sukadamai. Kedua kelompok ini pada mulanya di layani oleh Pdt. Edy Sih Ramanto dari GKL Margorejo. Demikian riwayat jemaat di Umbul Rejo, dimulai sekitar tahun 1968 ada persekutuan di desa Umbul Rejo peribadahan di keluarga Isman, Adapun jemaat juga terdapat dari Margorejo (Sekarang Metro Kibang). Jemaat mula-mula yang beribadah asli dari GKJ, Isman sekelurga, Sukiman sekeluarga, Panud sekeluarga, Sukiah, Jono sekeluarga, dan Kasmun. Dalam berjalannya waktu jemaat semakin bertambah, dan pada tahun 1977 di bangunlah gedung gereja di desa umbul rejo dan jemaat Umbul Rejo bergabung dengan GKL Tanjung Karang, sekitar 1983 gedung gereja di bangun semi permanen, dan pada tahun 1995 di buat gedung gereja yang permanen di gunakan sampai sekarang. Pembangunan gedung pertama memakai kayu yang dikumpulkan sedikit demi sedikit dengan mengesek kayu dari desa Pancasila. Serta pembangunan gedung parmanen menggunakan uang hasil unduh-unduh, persembahan jemaat, serta bantuan dari pemerintah.60 Bersyukur lagi jemaat di Umbul Rejo memiliki hubungan yang baik secara oikumene, lintas agama, ataupun bersama pemerintah desa. Hal yang semakin mendukung hal ini, oleh karena Kasmun mau terlibat menjadi aparat desa yang kemudian dilanjutkan oleh Eko Adi Sanyoto yang tidak lain adalah anaknya sendiri.

Seiring berjalannya waktu, kelompok Umbul Rejo dilayani GKL Tanjung Karang, sementara kelompok Sukadamai manjadi jemaat Metodhis. Kelompok Umbul Rejo dilayani oleh Isman dan Kasmun yang sebagaimana telah ditahbiskan menjadi majelis. Melihat letak geografil kelompok Umbul Rejo tidak jauh dari kelompok Marga Agung, demikian juga kelompok Sumber Rejeki, maka pada tahun 1985 tiga kelompok ini menjadi calon jemaat yang tepatnya disebut bagian wilayah II pelayanan GKL Tanjung Karang.62 Sehingga proses saling menghidupi ini memberikan sumbangsih hadirnya GKSBS Jati Agung di kemudian hari, atau dapat dikatakan inilah wajah jemaat GKSBS Jati Agung hari ini.

Semangat Misi yang Tak Kenal Padam

Demikian juga pertumbuhan di Umbul Warno (sekarang Pos PI Sidoharjo). Berawal dari Pamuji yang datang di Wilayah Umbul Warno (Sekarang Sidoharjo) 1971. Dikemudian hari Pamuji bersama Yasmijan, bersama pak Yustus beribadah di desa Marga Jaya, kemudian membangun gereja di lingkungan Marga Jaya. Saat itu yang melayani di sana ialah Pdt. Edi Sih Ramanto. Perjumpaan Pamuji pertama kali dengan Suyatno ialah ketika pemakaman orang Kristen yang bernama Miskan di Umbul Warno. Pertemuan itu yang menjadi titik awal pelayanan Suyatno di wilayah Umbul Warno, yang berdampak juga adanya masyarakat yang antusias dengan Kekristenan dan mau mengenal injil, sehingga ada 14 Jiwa dari mereka yang mau mengikut Kristus. Dikemudian hari dimulailah persekutuan di wilayah Umbul Warno dengan cara pindahpindah rumah. Dan pada tahun 2010 ditetapkan jemaat Umbul Warno menjadi Pos PI Sidoharjo di rumah Pnt. Sutini. Pelayanan di Pos PI ini terus berlanjut, dan menghasilkan buah begitu luar biasa.

Hingga pada tahun 2014 menantu dari Pnt. Pamuji yaitu Pnt. Paryono di teguhkan menjadi majleis jemaat. Dikemudian hari memiliki kerinduan untuk membangun rumah doa. Dari kesaksian Pnt. Paryono, pembangunan ini membutuhkan syarat-syarat seperti, surat izin desa, dan izin lingkungan. Hal ini dapat terwujud karena kedekatan akar rumput yang dibangun oleh majelis serta jemaat, sehingga memiliki relasi yang baik dengan Karji selaku kepala desa di Sidoharjo. Oleh karena penyertaan Tuhan, pada akhirnya pembangunan rumah doa dapat terwujud pada 2019, dan dapat digunakan dalam peribadahan minggu ataupun persekutuan komisi. Kerinduan rumah doa ini, dapat terwujud oleh karena semangat jemaat serta Mbah Pamuji, Pnt. Paryono, serta Mbah Mursidi yang selalu berkomitmen bersama untuk mendirikan rumah doa ini.

Kembali dalam penelusuran sejarah, menginjak tahun 1988 rupanya pertumbuhan jemaat Kembali mendapatkan sebuah hambatan dan tantangan, jika pada 1982 hambatan terjadi karena pengaruh dari luar. Kini hambatan dan kendala muncul dari lingkungan jemaat. Semangat untuk mewartakan Injil sedikit mereda, di tambah lagi adanya keluarga keluarga Kristen yang sering sekali terjadi sebuah konflik dan mengakibatkan calon-calon jemaat baru yang ingin masuk Kristen merasakan tidak melihat kedamaian yang ditunjukkan dari gaya hidup keluarga-keluarga Kristen. Akan tetapi keterpurukan itu tidak berlangsung lama, oleh karena dilakukan perkunjungan secara berkala terus dilakukan, dilingkungan jemaat juga sering sekali melakukan persekutuan doa dan bahkan ibadah doa pagi bersama-sama. Dengan tantangan-tantangan yang ada, membawa jemaat lebih serius lagi untuk bersekutu dengan Tuhan, dan bahkan mereka merasakan lawatan dan tuntunan Tuhan ketika sedang menghadapi sebuah persoalan.

Pergulatan yang lain terjadi di kelompok Marga Agung, gedung gereja yang merupakan Gudang bekas PT. Hirema dari Sumber Rejeki, di bangun dan di beri atap seng. Pada tahun 1989 gereja Marga Agung mengalami sebuah bencana badai angin, yang mengakibatkan atap seng gedung gereja lepas dan terbang. Dikemudian hari banyak berkat yang mengalir sehingga dapat membangun gedung gereja yang besar, serta membangun gerbang gereja. Doa sesepuh jemaat Marga Agung setelah membangun gedung gereja yang besar ialah “Gusti Saget milih umat-umati pun, supados saget ngebaki gerejo niki”. Dalam berjalannya waktu, doa tersebut telah Tuhan nyatakan.

Proses pelayanan terus berlanjut di kelompok Marga Agung, pada tahun 1988-1990 pertumbuhan jemaat baru merambah desa di sekitarnya, yaitu desa Jati Mulyo dan desa Fajar Baru yang kemudian hari dilaksanakan baptisan 34 jiwa dan dilayani oleh Pdt. Daniel Solikin. Pada tahun 1991 melalui keputusan Rapat Majelis Harian GKSBS Tanjung Karang bertanggal 1 September 1991 dan Rapat Pleno Majelis GKSBS Tanjung Karang pada tanggal 20 September 1991 memutuskan mengangkat Penatua Suyatno menjadi tenaga gereja yang statusnya pembantu pendeta GKSBS Tanjung Karang, diteguhkan dalam kebaktian di gereja Sumber Rejeki pada tanggal 26 September 1991 dan dilayani oleh Pdt. Sujadi. Semangat misi itu terus berlanjut sampai pada tahun 1992-1994 dengan mengadakan kegiatan bulan pekabaran injil73 yang melibatkan wilayah II GKSBS Tanjung Karang. Dalam penutupan bulan pekabaran injil ini dilayani baptisan masal sebanyak 85 orang yang dilayani oleh Pdt. Daniel Solikin dan Pdt. Sujadi, serta ada 10 jemaat yang mengaku percaya.74 Memang benar bahwa semangat misi itu tidak kenal padam, dan semangat ini haruslah di warisi oleh generasi-generasi masa kini untuk membawa kabar baik itu ditengah masyarakat.

Menjadi Wilayah II GKL Tanjung Karang

GKL Way Galih dan GKL Tanjung Karang telah melakukan kerjasama dalam hal pelayanan. Dimana GKL Way Galih memiliki wilayah pelayanan yang dekat dengan wilayah pelayanan GKL Tanjung Karang yaitu kelompok Karang Sari, Wawasan dan Tri Tunggal agar melayani kelompok tersebut untuk lebih optimal, dan disisi lain dapat mendukung kemandirian dari GKL Way Galih. Kerjasama tersebut berjalan selama tujuh tahun (1990-1997), walaupun memang perjalanannya tersedendat-sendat. Melihat perkembangan selanjutnya, mejelis GKSBS Tanjung Karang masih berusaha bagaimana kerjasama tersebut dapat berkembang lagi. Setelah bergumul dan mempertimbangkan keberadaan wilayah II GKSBS Tanjung Karang (kelompok Sumber Rejeki, Marga Agung dan Umbul Rejo) yang juga dekat dengan GKSBS Way Galih, membuka kemungkinan untuk menyatukan wilayah tersebut. Wacana Re-gruping GKSBS Way Galih dengan wilayah II dan IV pelayanan GKSBS Tanjung Karang dapat bersatu menjadi jemaat dewasa yang lebih mapan dan mandiri. Yang dikemudian hari menjadi jemaat GKSBS Tanjung Bintang, pendewasaan bersamaan dengan pantahbisan bapak Suyatno, sebagai pendeta jemaat tersebut.

Menjadi Wilayah II GKSBS Tanjung Bintang

Melihat peta wilayah pelayanan di lingkungan klasis Tanjung Karang terutama wilayah pelayanan GKSBS Way Galih dan wilayah pelayanan GKSBS Tanjung Karang yaitu kelompok Sumber Rejeki, Marga Agung dan Umbul Rejo yang sangat berdekatan maka melihat hal tersebut majelis GSKBS Tanjung Karang dan majelis GKSBS Way Galih menjalin kerja sama dalam rangka mewujudkan pelayanan yang lebih baik dan efektif maka dengan kesepakatan bersama untuk menggabungkan wilayah GKSBS Tanjung Karang (Kelompok Sumber Rejeki, Marga Agung dan Umbul Rejo) Menjadi satu pelayanan dengan GKSBS Way Galih. Setelah melalui proses yang begitu panjang dan tanpa hambatan Majelis Jemaat GKSBS Tanjung Karang dengan sukacita melepas 2 wilayah pelayananya yaitu wilayah 2 (kelompok Sumber Rejeki, Marga Agung dan Umbul Rejo) dan Wilayah 4 (kelompok Karang Sari, Wawasan dan Tritunggal). Dan akhirnya majelis GKSBS Tanjung Karang dan GKSBS Way Galih membuat usulan tentang penggabungan 2 Wilayah tersebut pada Sidang Klasis yang ke-27 B di Sindang Sari pada tanggal 13, 14 Juni 1997 dan penggabungan jemaat tersebut diberi nama jemaat “GKSBS Tanjung Bintang”. Dengan membagi tiga wilayah pelayanan yaitu, wilayah I (Sindang Sari, Way Galih), wilayah II (Marga Agung, Sumber Jaya (Dulu Sumber Rejeki, Umbul Rejo), dan wilayah III (Wawasan, Tritunggal, Karang Sari).

Menjadi Jemaat Dewasa Bersama GKSBS Tanjung Bintang

Setelah mempelajari dengan seksama keadaan jemaat tersebut dalam persidangan klasis tanggal 13, 14 Juni 1997 di Sindang Sari mengambil keputusan sebagaimana terdapat dalam akta sidang klasis Tanjung Karang artikel 28 butir 4 yang berbunyi “Untuk Pelaksanaan Pembentukan GKSBS Tanjung Bintang ini perlu di bentuk panitia pelaksana dari GKSBS Tanjung Karang wilayah 2, wilayah 4 dan GKSBS Way Galih. Maka pada tanggal 21 Februari 1998 di Sumber Rejeki secara resmi GKSBS Tanjung Bintang telah dikukuhkan melalui ibadah yang dipimpin oleh pendeta Trijoko Hadi Nugroho S,Th. Sekaligus Penahbisan pembantu pendeta Suyatno sebagai Pendeta serta diteguhkan dan diserahkan kepada jemaat GKSBS Tanjung Bintang sebagai gembalanya dan selanjutnya Pdt. Eko Prih Joko Sungkowo yang semula melayani di GKSBS Way Galih mutasi ke GKSBS Tanjung Karang.

Di tengah semangat untuk melayani, ada sebuah peristiwa memilukan dari Pos PI Karang Turi yang berada di wilayah II. Berawal dari persekutuan jemaat di Pos PI Karang Anyar yang terletak di rumah Ibu Sis Fajar Baru, kemudian pada tahun 2003 Pos PI Karang Anyar membeli tanah sekalian rumah di wilayah Karang Turi. Berjalannya waktu rumah tersebut di pakai untuk ibadah, yang kurang lebih setengah tahun. Akan tetapi terjadi protes dari golongan Wahabi (Jaulak) yang tidak mengizinkan tempat tersebut digunakan untuk beribadah. Protes tersebut terus berlanjut, hingga pada tahun 2005 kembali terjadi protes dari golongan wahabi dan juga aparat desa juga mulai terlibat dengan pergumulan rumah doa ini. Setelah melalui pembicaraan dengan rombongan Wahabi dan ditengahi oleh aparat, yang memutuskan boleh beribadah dengan catatan berpindah-pindah rumah. Keteguhan hati majelis dan jemaat terus membawa semangat bersekutu, walaupun penuh tantangan dan hambatan.

Ibarat jemaat mula-mula yang terus bergilya dalam peribadahan, di Pos PI Karang Turi terus dengan giat melakukan peribadahan. Akan tetapi Kembali muncul tuntutan dari golongan Wahabi yang melarang umat Kristen di Karang Turi tidak boleh beribadah dengan menggunakan kursi (hanya boleh lesehan). Pada akhirnya di tahun 2008 jemaat Karang Turi memutuskan untuk menetap dalam ibadah di rumah Dkn. Kusdiati yang sampai kini masih tetap melayani sebagai majelis GKSBS Jati Agung. Seiring berjalannya waktu Pos PI Karang Turi mampu menjadi kelompok sendiri walaupun ibadahnya masih di rumah dan belum memiliki gedung gereja. Rupanya pertumbuhan jemaat tidak berjalan lama, sekitar lima tahun berjalan menjadi kelompok jemaat Karang Turi menjadi Pos PI kembali. Yang pada akhirnya di tahun 2017 Pos PI Karang Turi bergabung di kelompok Marga Agung.

Seiring dengan berjalannya waktu maka pelayanan Pdt. Suyatno akan segera berakhir, untuk itu melalui persidangan Pleno GKSBS Tanjung Bintang dibentuklah Panitia Pemanggilan pendeta yang bertujuan untuk mencari pengganti Pdt. Suyatno dalam pelayananannya di Jemaat GKSBS Tanjung Bintang, melalui proses yang panjang akhirnya Panitia Pemangilan Pendeta menetapkan dan sekaligus mengusulkan Pdt. Purwodarmanto M Div. ke MPK dan Sinode untuk diproses menjadi Pendeta di Tanjung Bintang menggantikan pelayanan Pdt. Suyatno, dan melalui proses kepemendetaaan akhirnya Pdt. Purwodarmanto di Tabiskan menjadi pendeta Jemaat GKSBS Tanjung Bintang bersamaan dengan Emiritasi Pdt. Suyatno dan HUT GKSBS Tanjung Bintang XV yang diselenggarakan di Gedung Serba Guna Unila pada tanggal 21 Februari 2013. Berjalannya waktu, untuk wilayah II, dan III telah dipersiapkan menjadi jemaat dewasa.

Dewasanya Wilayah III menjadi GKSBS Tanjung Sari

Melalui Sidang Pleno Majelis GSKBS Tanjung Bintang Tanggal 4 Desember 2016 tentang pendewasaan wilayah III (kelompok Karang Sari, Kelompok Wawasan dan Kelompok Tritunggal) untuk diusulkan ke sidang MMK yang ke XL IV di GKSBS Sukoharjo dengan nama jemaat “GKSBS Tanjung Sari” dan sekaligus mengusulkan Pdt. Purwodarmanto M.Div untuk melayani di Jemaat baru tersebut. Sehingga didalam persidangan tersebut diputusan bahwa GKSBS Tanjung Bintang Wilayah III (Kelompok Karang Sari, Kelompok Wawasan, dan Kelompok Tritunggal) disetujui untuk menjadi Gereja dewasa dengan nama Jemaat GKSBS Tanjung Sari dan menetapkan Pdt. Purwodarmanto sebagai pendeta pelayan untuk Jemaat tersebut.

Maka pada tanggal 1 Juni 2017 di kelompok wawasan secara resmi GKSBS Tanjung Sari dikukuhkan melalui ibadah pendewasaan yang dipimpin oleh Pendeta AT. Hariyanto M.DIV. Sekaligus menahbiskan Anggota Majelis yang akan melayani di GKSBS Tanjung Sari, meskipun pada saat itu Pdt. Purwodarmanto tidak hadir dalam ibadah pendewasaan tersebut yang kemudian Beliau mengajukan surat pengunduran diri sebagai pendeta di Tanjung Bintang.81 Peristiwa ini sangat memilukan hati jemaat, sehingga solusi yang di pilih jemaat GKSBS Tanjung Sari dilayani oleh pendeta konsulen dari GKSBS Sukoharjo yaitu Pdt. Nicorius hingga sampai pada saat ini.

Tekad Wilayah II Menjadi GKSBS Jati Agung

Pada bulan September 2018 Majelis GKSBS Tanjung Bintang mengajukan proposal pendewasaan wilayah II (kelompok Marga Agung, kelompok Sumber Rejeki (sekarang Sumber Jaya) dan Pos Sekitarnya yaitu, Pos PI Srimukti, Pos PI Purwotani, Pos PI Sidoharjo, dan Kelompok Umbul Rejo) untuk menjadi Jemaat dewasa kepada Majelis Pimpinan Klasis (MPK) Tanjung Karang. Kemudian MPK Menangggapi proposal tersebut dengan melakukan beberapa kali pelawatan ke jemaat Wilayah II dan pada akhirnya dalam pelawatan tersebut dinyatakan bahwa wilayah II GKSBS Tanjung Bintang layak dan siap untuk di dewasakan.

Menindak lanjuti hasil Pelawatan MPK tersebut, Majelis Jemaat GKSBS Tanjung Bintang beserta panitia pendewasaan Wilayah II mengadakan musyawarah untuk mengajukan usulan tentang pendewasaan wilayah II GKSBS Tanjung Bintang pada Musyawarah Klasis Tanjung Karang (MMK) XLV di GKSBS Natar tanggal 29 Maret 2019, Dan didalam Musyawarah tersebut seluruh peserta sidang dengan seksama mempelajari Kondisi dan keadaan jemaat GKSBS Tanjung Bintang Wilayah II dan akhirnya musyawarah tersebut membuat keputusan bahwa GKSBS Tanjung Bintang wilayah II disetujui menjadi jemaat dewasa dengan nama Jemaat GKSBS Jati Agung dan diresmikan pada tanggal 1 Mei 2019.
Acara pendewasaan di pimpin oleh Pdt. Alexius Tri Harianto, M.Div.


Silakan dibagi