Kami meyakini bahwa pembuatn sejarah lahirnya gereja GKSBS Labuhan Ratu karena kuasa Roh Kudus yang berkarya di dalamnya GKSBS Labuhan Ratu berdiri sebagai jemaat dewasa pada tanggal 21 Februari 1998.
Pendewasaan jemaat GKSBS Labuhan Ratu dilakukan antara Cj. Rabala dengan 3 kelompok Sidorejo yaitu Silir Agung, Kelahang dan Batu Culo.
Sejarah Calon Jemaat Rajabasa Lama
Sejarah awal ada dua kelompok persekutuan Kristen. Pertama dihimpun oleh Bapak Soeparlan dan ibadahnya di keluarga bapak Muloso pada tahun 1974, yang beribadah 6-8 jiwa. Antara lain: Bp. Pardi Arengos, Bp. Ismoyo, Bp. Sutaryo, Bp. Mulyoso. Kedua kelompok transpram (dari Jawa Timur) tanggal 27 Oktober 1973. Ada tiga orang yaitu Bp. Mardi Sanyoto, Bp. Bambang Subagio, Bp. Sukarton. Pada tanggal 31 Desember pemuda-pemuda Jawa Timur berdatangan ikut dalam Transpram tersebut. Dan yang Kristen antara lain: Bp. Gatot Wardoyo, Bp. Gatot Wardoyo, Bp. Mariyadi, Bp. Supanji, Bp. Supardi H, Saptono, Imanuel, Mulyono, Mulyadi, Nono M, Mangku Budaya, Dwi Susanto, dan mereka bergabung dalam persekutuan. Lalu persekutuan bertambah antara lain: Bp. Bambang, Bp. Dwi Leksono, Bp. Adi Kardono, Bp. Adi Prayetno, Harjo Ismoyo, Setyo Pamuji, Sutartono dan Sutoyo. Motto orang-orang transpram ialah “berani karena kita benar”. Inilah awal dari gereja Rajabasa Lama (Rabala).
Pada tahun 1974 kedua persekutuan tersebut bergabung untuk mewujudkan kerajaan Allah di dunia dan hal ini atas usulan Pdt. R. Siswodwijo. Sekitar tahun 1974-1975 DPB berintegrasi dengan GKL Braja Caka. Namun pada tahun 1976 Rajabasa Lama bergabung dengan GKL Metro. dan hal ini hanya satu tahun. Sekitar tahun 1977 GKL Rabal bergabung dengan GKL Sidorejo dibina oleh Pdt. Yunus dan itupun hanya satu tahun.
Sekitar tahun 1978 DPB Rabala ditangai Gereja Dewasa yaitu GKL Sribhawono, namun pelayanannya tidak maksimal. Pada tahun 1980 DPB Rabala memiliki tempat ibadah. Dan jumlah jemaat bertambah 20 KK dengan 70 jiwa. Sekitar tahun 1980 – 1989 GKL Sribhawono mulai memikirkan yang serius untuk DPB Rabala. Pada tahun 1990 dimulai pembinaan yang terkonsentrasi yang dilakukan oleh Pdt. Y. Joko Sudomo dengan membuat pembinaan kategorial: Pendidikan orang dewasa, Kaderisasi guru sekolah minggu. Pada tahun 1992 mulai memikirkan Visi dan misi DPB Rabala mau dibawa kemana. Melalui sidang majelis GKL Sribhawono duputuskan:
- Kepengurusan DPB menjadi bagian kemajelisan GKL Sribhawono, bukan sebagai panitia melainkan sebagai anggota GKL Sribhawono.
- Unit pelayanan GKL Sribhawono dan hal ini disetujui oleh persidangan klasis ke-43 tahun 1992. Dan hal inipun di usulkan dalam sidang Sinode. Dan dalam sidang Sinode III gereja wali adalah GKL Sribhawono dan DPB Rabala menjadi Cj. Rabala. Dan akhirnya generasi wali membuat struktualisasi unit Rabala sebagi berikut: Ketua, Sekretaris, Bendahara, Pemegang Satuan Arah, Bidang Wanita, Bidang PDD/PWG, Bidang SM/Pemuda.
Pada sidang Klasis di GKL Way Mili tanggal 6-7 Juli 1994 perwalian Cj. Rabala pindah dari GKL Sribhawono ke GKL Sumberhadi. Kurang lebih selama 3 tahun dibina oleh GKL Sumberhadi. Dalam hal ini Pdt. Surahmathadi dan bekerjasama dengan Pdt. Y. Joko Sudomo (Em) untuk membina Cj. Rabala. Pada sidang klasis di Sribhawono dari GKSBS Braja Caka 25-26 Juni 1997 dan GKSBS Sumberhadi 29 Juli 1997 mengusulkan Cj. Rabala untuk menjadi jemaat dewasa.
Pada tanggal 27 Desember 1997 kedua jemaat dewasa (GKSBS Braja Caka dan Sidorejo) dan Cj. Rabala membahas tentang regrouping. Dan harapannya akan terwujud dua jemaat mandiri yakni jemaat GKSBS Braja Caka (wilayah Braja Caka, Braja Sakti, Braja Indah dan Sidorejo) dan GKSBS Labuhan Ratu (wilayah Kelahang, Silir Agung, Batu Culo dan Rajabasa Lama). Dan hal ini dibahas dalam sidang oleh MPK Sribhawono tanggal 25 Oktober 1997. pada tanggal 8 Januari 1998 diadakan rapat GKSBS Sumberhadi, Cj. Rabala dan GKSBS Sidorejo untuk membahas regrouping dan rasionalisasi. Ketika kelompok Sidorejo menjadi GKSBS Labuhan Ratu, dan hal ini dimantapkan pada sidang Klasis istimewa pada tanggal 25 Januari 1998 untuk proses pendewasaan dan tanggal 8 Februari 1998 Cj. Rabala menjadi jemaat dewasa dan di setujui dengan nama GKSBS Labuhan Ratu tanggal 21 Februari diadakan upacara gerejani pendewasaan jemaat GKSBS Labuhan Ratu.
Sejarah Kelompok Batu Culo
Jemaat ini pindahan dari Mengandung Sari, Mandala Sari, dan Braja Caka sekitar tahun 1970 sampai 1972. Mereka ibadah di tempat Bapak Doso Tanoyo ada kurang lebih 6-8 orang. Antara lain: Bapak Triyo, Bapak Buang, Bapak Siyatno, Bapak Kasihan, Bapak Sutomo, Bapak Sukran dan Bapak Sukaji yang dihimpun oleh Bapak Triyo dan bertambah dengan Bapak Ja’I, Bapak Miroso. Dan pada waktu itu pelayanan masyarakat dan pada waktu itu jemaat di ampu oleh Pendeta R. Sisiwodwijo, dari GKL Metro.
Pada tahun 1975 – 1976 jemaat mendirikan yang sederhana dan jemaat diharapkan dapat beribadah dengan baik. dan juga ada jemaat lain yang bergabung antara lain jemaat Bandugsari. Pada tahun 1997 jemaat Batu Culo membangun gedung gereja yang permanen. Semula jemaat Batu Culo bergabung dengan GKSBS Sidorejo. Namun karena kondisi dan situasi warga jemaat yang ada di wilayah Sidorejo di non aktifkan dan di integrasikan dengan jemaat GKL Sumberhadi. Pada tahun 1995-1996 jemaat Batu Culo tidak mendapatkan penanganan yang serius oleh hamba Tuhan. Walaupun sudah bergabung kembali dengan Sidorejo dan akhirnya bergabung dengan GKSBS Labuhan Ratu.
Beberapa pelayan Tuhan yang berjasa dalam membina jemaat Batu Culo adalah Pdt. R Siswo Dwijo, Pdt. Ponidi, Pdt. Y. Joko Sudomo, Pdt. Jayeng, Pdt. Yunus dan Pdt. Surahmathadi. Dari hamba-hamba ini benih Allah dan karya bagi dunia di wujudkan dalam kehidupan berjemaat.
Sejarah Singkat Kelompok Kelahang
Jemaat Kelahang pertama adalah jemaat pindahan dari Gunung Balak yang mengadu hidupnya di daerah baru dan transwakarsa. Mereka membeli tanah sendiri dan mengelola sendiri. Pada tahun 1972 wargajemaat dari Gunung Balak mengadakan kebaktian untuk pertama di Keluarga Bp. Pracoyo. Pada tahun tersebut ada 11 KK yang menggabungkan diri antara lain: Bpk. Indah Sudarno, Bpk. Rumekso, Bpk. Siseno, Bpk. Pracoyo, Bpk. Siswadi, Bpk. Sono, Bpk. Sutiyoso, Bpk. Dwi Waspodo dan Bpk. Sisan. Dan pelayanan ditangani oleh jemaat sendiri dan Pdt. Siswo Dwijo. Pada tahun tersebut jemaat bertambah 3 KK yakni Bpk. In Sudibyo, Bpk. Lamin, Bpk. Sucipto (kedua keluarga dari Belitang). Pada tahun 1974 jemaat membangun gedung gereja yang sederhana dan menumpang di tanah milik Bpk. Saidi. Pembinaan jemaat oleh Pdt. Siswo Dwijo hanya pada tahun 1972 – 1975 Saja. Setelah tahun tersebut diganti oleh Pdt. Yunus Daniel (1976 – 1979). Dan setelah itu pembinaan oleh Sribhawono diserahkan kepada Klasis Srbhawono. Pada tahun 1978 jemaat banyak pindah sekitar 15 KK, antara lain:
- Bpk. Purwito
- Bpk. Tugiyo
- Bpk. Insudarno
- Bpk. Eko
- Bpk. Dwi Waspodo
- Bpk. Siswoyo
- Bpk. Suyetno
- Bpk. Nadiyatun
- Bpk. Adi Laksono
- Ibu Sulis
- Bpk. Karunaianto
- Bpk. Cipto Lamin
- Bpk. Santoso
- Bpk. Sudono
- Bpk. Matari
Mereka pergi karena alasan ekonomi. Pada tahun 1977 atas prakarsa Bpk. Sunarto (waktu menjadi majelis) Kelahang membangun gedung ibadah yang semi permanen. Dan diteruskan menjadi permanen tahun 1994, atas swadaya jemaat.
Sejarah Singkat Kelompok Silir Agung
Jemat Silir Agung lahir pada peristiwa Gestapu pada tahun 1965 – 1966. dimulai oleh Bpk. Sihmiarso, iniilah cikal bakal jemaat bersama dengan adiknya Bpk. Mintoharjo. Mereka beribadah di keluarga Bpk. Sih Miarso di Silir Agung. Setelah peristiwa Gestapu banyak orang tertarik untuk bergabung dalam persekutuan di Keluarga Bpk. Sihmiarso dan ada 11 KK yakni Bpk. Sukirman, Bpk. Sandi, Bpk. Maryam, Bpk. Matrejo, Bpk. Jono, Bpk. Mujeni, Bpk. Tarsim, Bpk. Ngarjo, Bpk. Kasan, Bapak Slamet. Mereka dihimpun oleh Bpk. Miarso dan dibina oleh Pdt. R Siswodwijo dari GKL Metro, antara tahun 1970 – 1979 dengan Pdt. Abner, dan setelah itu dibina oleh Pdt. Yunus Daniel tahun 1979-1983. jemaat berkembang sekitar 21 KK dari 78 jiwa. Pada tahun 1989 jemaat Silir Agung memiliki gedung permanent sampai saat ini.
Proses Regrouping Menjadi Dewasa
Ketiga jemaat dan satu Cj. Memiliki kesamaan visi dan misi menghadirkan kerajaan Allah ditengah-tengah masyarakat yang pluralis. Baik suku, agama, budaya, maupun sosial. Sebenarnya ketiga jemaat dan Cj sangat kurang pembinaan dari tenaga penuh waktu dan keterbatasan dana, daya maupun teologi. Banyak warga jemaat yang kurang mengetahui kehidupan berjemaat di tengah-tengah masyarakat sekitar. Untuk itu sidang istimewa wilayah Klasis pada tanggal 25 Oktober 1997 mulai mengadakan pemetaan wilayah kerja Klasis Seibhawono untuk mendayagunakan dan menghasil gunakan modal yang ada pada jemaat yang terdiri dari 26 jemaat. Dengan memperhitungkan dua tenaga penuh waktu dan jangakauan pelayanan yang antara jemaat satu dengan jemaat lain jarak tempuh sekitar 20 KM. Maka MPK Klasis Sribhawono merampingkan wilayah pelayanan dengan mempertimbangkan SDM, letak geografis dan dana yang ada di 26 jemaat. Oleh karena itu diputuskan ada 5 wilayah kerja Klasis serta penataan pelayanan tenaga gereja penuh waktu. MPK melakukan penataan pelayanan penuh kerja sebagai berikut:
- Pdt. Jayeng Pratiwi, B.Th, ditugaskan untuk mengampu pelayanan di GKSBS Way Mili sungai Mili dan Sribhawono meliputi wilayah 12 kelompok jemaat
- Pdt. Surahmat Hadi, ditugaskan untuk mengampu pelayanan di GKSBS Sumberhadi, GKSBS Braja Caka/Way Jepara dan mempersiapkan pendewasaan GKSBS Labuhan Ratu dengan wilayah 14 jemaat.
Proses regrouping itu sendiri merupakan bagian pemekaran wilayah yang jelas. Regrouping adalah suatu proses penataan kembali wilayah pelayanan dan pengorganisasian jemaat yang melayani dan menormalisasi pelayanan dengan pengorganisasian wilayah dan pemanfaatan SDM, dana yang di semua wilayah kerja.