GKSBS Pugungraharjo terletak di desa Pugungraharjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur. Konon, penduduk asli suku Lampung enggan memasuki dan membuka lahan yang kini dikenal sebagai desa Pugungraharjo. Banyak orang hilang ketika merambah hutan. Suku asli Lampung menganggap ada kekuatan gaib, mungkin di karenakan di desa ini terdapat batu mayit (sebuah situs batu di Taman Purbakala). Namun meskipun ada mitos tentang Pugungraharjo, ternyata para transmigran yang datang dari Jawa berani membuka pemukiman di Pugungraharjo dan tidak mendapatkan gangguan bahkan sampai sekarang jumlah penduduk di desa ini cukup padat.
Transmigran
Para Transmigran datang ke Pugungraharjo, sekitar tahun 1955. Ada sekitar 78 KK transmigran yang datang ke Pugungraharjo melalui program BRN dan diantara mereka terdapat 3 KK yang beragama Kristen dengan 11 jiwa. BRN adalah singkatan dari Biro Rekonstruksi Nasional yang merupakan lembaga pemerintah yang berfungsi mengorganisasi dan memimpin rehabilitasi prajurit-prajurit yang dimobilisasi. Disamping transmigran BRN, ada juga para pendatang yang datang tanpa melalui program transmigrasi. Ada sekitar 8 KK yang datang dari Seputih Raman dan Seputih Banyak pada tahun 1965 tinggal di desa Pasir Luhur, desa Gunug Sugih Besar. Beberapa dari mereka kemudian pindah ke Pugungraharjo.
Seiring bergantinya tahun, jumlah penduduk semakin bertambah. Khsusnya melalui Yayasan Transmigrasi Trukajaya (YTK) Salatiga. Pada tahun 1968 Yayasan Kristen Trukajaya bekerjasama dengan ADB (Algemene Diakonal Bureau) dari Belanda dan Klasis Lampung mencoba mengirim 10 KK ke desa Pugungraharjo. Transmigran ini hanya dititipkan kepada warga Kristen/Non-Kristen. Yayasan Transmigrasi Trukajaya didirikan oleh Deputat Pelaksana Sinode GKJ dan Deputat Kerja GKI Jawa Tengah. Rencana konkrit YTK adalah memindahkan orang-orang Kristen di Jawa Tengah ke daerah transmigrasi di Sumatera Selatan untuk melayani orang-orang Kristen yang tinggal di sana.
Kemudian pada tahun 1970, mengirim lagi sebanyak 20 KK (85 jiwa) dari daerah asal Celengan, Tuntang, Salatiga. Karena rumah penampungan belum selesai, mereka di titipkan di Pugungraharjo. Pengiriman transmigran rata-rata dilakukan setiap 6 bulan sekali. Tujuannya untuk memberi kesempatan para tansmigran bisa membuat tempat tinggal di pekarangan masing-masing. Sampai dengan tahun 1974, kesuluruhan pengiriman berjumlah 7 angkatan (140 KK/667 jiwa).
Berdirinya Gereja di Pugungraharjo
Secara umum, kedatangan transmigran ataupun pendatang pada tahun 1955-1974 itulah yang menjadi cikal bakal berdirinya GKSBS Pugungraharjo dan kelompok-kelompok pelayanannya. Pada awalnya kegiatan persekutuan dirintis secara sederhana oleh 3 KK Kristen yang datang pertama kali di Pugungraharjo. 3 KK itu adalah Bp. Sardi, Bp. Gino, dan Bp. Maryo. Mereka bersekutu dan mengadakan kebaktian di rumah Bp. Maryo. Beberapa tahun kemudian Bp. Giman dan Bp. Dul Kahar bergabung dengan mereka. Tahun 1958 mereka meminta GKL Batanghari untuk melayani dan menjadi induknya.
Pada waktu itu jumlah jemaat bertambah, beberapa diantaramya karena penyembuhan yang dilakukan Bp. Maryo. Kebetulan Bp. Maryo meskipun tidak berlatar belakang bidang kesehatan tetapi memiliki kemampuan menyembuhkan orang. Beberapa orang yang disembuhkan akhirnya menjadi Kristen seperti Bp. Jangun, Bp. Saudi, Bp. Salim, Bp. Mangun, Bp. Mis. Hal serupa juga terjadi di antara para pendatang dari Seputih Raman dan Seputih Banyak pada tahun 1965, sebagian dari mereka ada juga yang masuk Kristen seperti Bp. Mat Supingi dan Bp. Diman. Alasan mereka masuk Kristen karena tertarik melihat kehidupan orang Kristen pada waktu itu. Ada juga yang masuk Kristen karena menikah dengan orang Kristen. Sempat juga penambahan jumlah jemaat karena peristiwa G30S, tetapi gereja hanya menjadi tempat pelarian saja, setelah reda lalu keluar dari gereja. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah kelompok ini semakin banyak.
Pada tahun 1967 berdasarkan hasil sidang klasis di Brajasaka pada 26-27 Juli 1966, kelompok Pugungraharjo didewasakan. Peresmian jemaat dewasa ini dilakukan pada tanggal 15 Juni 1967 dan terdiri dari empat kelompok pelayanan yaitu Pugungraharjo, Pasir Luhur, Mengandungsari dan Umbul Karet. Setelah adanya Transmigrasi Trukajaya pada tahun 1968, maka GKSBS Pugungraharjo mengalami penambahan jumlah kelompok pelayanan sehingga lahirlah kelompok Bauh Gunungsari, Bukit Raya dan Trukajaya.
Pernah juga GKSBS Pugungraharjo memiliki kelompok pelayanan Tritunggal sekitar tahun 1970 an yang terletak di desa Tritunggal, karena ada beberapa warga jemaat yang membuka hutan di Tritunggal untuk pemukiman dan pertanian. Namun karena letak dan jarak yang jauh, kelompok Tritunggal diserahkan kepada GKSBS Tanjung Karang. Hampir serupa dengan kelompok Tritunggal, GKSBS Pugungraharjo juga memiliki kelompok pelayanan Purwokencono yang terletak di desa Purwokencono. Keberadaan kelompok ini tidak terlepas dari peristiwa pasca reformasitahun 1997/1998. Waktu itu terjadi perambahan kawasan hutan lindung di bekas kecamatan Gunung Balak. Kawasan ini pada tahun 1970 an dihutankan oleh pemerintah orde baru yang juga menjadi sejarah tentang pencideraan terhadap hak masyarakat. Lalu kemudian pasca reformasi 1998 itulah, kawasan ini diduduki kembali oleh masyarakat. Salah satu wilayah yang menjadi tujuan pembukaan hutan adalah bekas desa Purwokencono. Masyarakat dari berbagai wilayah ikut merambah hutan tersebut, dan diantara mereka terdapat keluarga Kristen. Keluarga Kristen tersebut sebagian berasal dari Bauh Gunungsari, Way Areng, dan Sumberhadi. Mereka merupakan warga jemaat GKSBS. Karena sebagian dari mereka warga GKSBS Pugungraharjo, maka pada tahun 1999 mereka menjadi kelompok pelayanan GKSBS Pugungraharjo.
Melihat luasnya kelompok pelayanan di GKSBS Pugung Raharjo, maka pada tahun 1971 kelompok Mengandungsari dengan Umbul Karet sebagai kelompoknya didewasakan. Menyusul pada tahun 2000 kelompok Pasir Luhur dan Trukajaya didewasakan menjadi GKSBS Gunung Pasir Jaya. Kemudian pada tanggal 24 Februari 2007 kelompok Bauh Gunung Sari, Bukit Raya dan Purwokencono didewasakan menjadi GKSBS Bauh Gunung Sari.
Pembangunan Gedung Gereja
Setelah bertambahnya transmigran dari Salatiga, jemaat di Pugungraharjo berinsiatif membangun sekolah pada tahun 1967. Pertama mendirikan TK kemudian SD karena banyak anak Kristen yang butuh sekolah dan sebagai sarana Pekabaran Injil (PI). Gedung yang dibangun bukan sekedar untuk sekolah tetapi juga untuk gereja meskipun masih dari papan. Hari senin-sabtu dipakai untuk sekolah dan hari minggu dipakai untuk ibadah. Pada waktu pembangunan gedung tersebut, masyarakat Pugungrahajo ikut membantu tanpa memandang perbedaan agama. Sebelum jemaat di Pugungraharjo memiliki gedung sekolah yang juga dipakai sebagai gereja, mereka masih beribadah di rumah Bp. Maryo.
Pada tahun 1970-1980 an pembangunan sekolah bukan hanya tingkat SD, tetapi sampai dengan tingkat SMA. Sekolah yang didirikan jemaat dapat berkembang dengan baik dan menjadi salah satu sekolah favorit di desa Pugungraharjo. Dikarenakan pada waktu itu belum banyak berdiri sekolah. Lulusan yang dihasilkan juga berkualitas. Dari segi PI, sekolah juga menginspirasi beberapa warga masyrakat belajar tentang Kekristenan dan akhirnya mengakui iman percaya sebagai orang Kristen.
Akan tetapi sekitar tahun 1990-2000 an terjadi penurunan jumlah siswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
- Banyak berdiri sekolah di desa Pugungraharjo terutama sekolah negeri. Akibatnya, banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena biaya pendidikan yang lebih murah.
- Adanya provokasi dari beberapa tokoh agama agar tidak menyekolahkan anaknya di sekolah Kristen.
- Kurangya subsidi dana untuk biaya operasional sekolah. Sewaktu Yayasan Pendidikan Kristen masih bekerjasama dengan Gereja Netherland, sekolah tidak kesulitan untuk membiayai kegiatan operasional, namun setelah bantuan dihentikan sekolah cukup kesulitan memenuhi kebutuhan atau biaya pendidikan.
Pembelian Aset Gereja
Salah satu aset gereja yang dimiliki GKSBS Pugungraharjo pada awal mereka berdiri yaitu tanah gereja yang berupa ladang. Pada tahun 1970an, warga jemaat memanfaatkan iuran Natal untuk membeli tanah. Hingga saat ini gereja memiliki tanah seluas 4 1/2 Hektar. Meskipun sempat ada beberapa tanah yang dijual oleh warga jemaat sendiri. Maksud dan tujuan pembelian ladang tersebut adalah untuk membantu biaya pendidikan dan gereja.
Para Pelayan di GKSBS Pugungraharjo
Berikut adalah para pelayan yang pernah melayani di GKSBS Pugungraharjo sampai dengan mendewasakan beberapa kelompok,
- Pdt. Filemon. Beliau adalah orang yang pertama melayani.
- Pdt. Siswodwidjo. Sekitar tahun 1966 sampai tahun 1974, sinode GKJ memgutus Pendeta Siswodwidjo sebagai pendeta utusan yang melayani wilayah Lampung. 1975-1978, Pdt. Siswodwidjo kembali melayani GKL Pugungraharjo.
- Pdt. Untung Marsudi
- Bp. Ponidi Hadisiswojo (Guru Injil). Antara tahun 1971 sampai dengan 1974. GKL Pugungraharjo dilayani oleh guru injil Ponidi Hadisiswojo. Dalam pelayanannya, Bp. Ponidi bergantian dengan Pdt. Siswodwidjo. Pada tahun 1974, Pdt. Siswodwidjo meninggalkan Lampung dan kembali ke Jawa.
- Pdt. J.V Marnoto. Beliau adalah pendeta Pertama GKL Pugungraharjo,sebelumnya ia sudah ditahbiskan di GKJ Cilacap. Pdt. Marnoto mengisi pelayanan di GKL Pugungraharjo hanya sekitar 8 bulan, antara 1974-1975. Ia lereh dari pelayanannya di GKL Pugungraharjo karena kurang berkenan di jemaat hanya karena dianggap lebih mementingkan materi daripada pelayanan.
- Pdt. Purwadi Pranotohadi. Pada tahun 1976, Bp. Purwadi Pranotohadi datang ke GKL Pugungraharjo dalam rangka perkenalan. Tahun 1977, Bp. Purwadi Pranotohadi dipanggil resmi menjadi pelayan Tuhan di GKL Pugungraharjo hingga ditahbiskan Pendeta pada tahun 1978. Tahun 1981-1984, Pdt, Purwadi Pranotohadi melanjutkan studi di Universitas Kristen Duta Wacana. Pada tahun 1984, setelah mendapat gelar sarjana Theologia, kembali melayani sampai tahun 2009.
- Pdt. Ramlan Hadisuwito. Pada 1981-1984, jemaat GKL Pugungraharjo dilayani oleh Pdt. Ramlan Hadisuwito sebagai pendeta konsulen.
- Pdt. Kristanto Budiprabowo. Karena pelayanan yang begitu luas, GKL Pugungraharjo membutuhkan tenaga tambahan.Pada tahun 1997, Pdt. Kristanto Budiprabowo ditahbiskan sebagai Pendeta di GKSBS Pugungraharjo dan kemudian diteguhkan menjadi Pendeta GKSBS Gunung Pasir Jaya pada tahun 2000.
- Pdt. Karel Eka Putra Barus. Adalah pendeta GKSBS Pugungraharjo saat ini. Pada saat tulisan ini dimuat, Pdt. Karel sedang melanjutkan studi di Belanda selama kurang lebih 5 tahun.