Jemaat yang terkasih dalam Nama Tuhan Yesus Kristus.
Tidak bisa dihindari bahwa terlalu banyak keluhan diutarakan oleh mereka yang menikah, baik mereka yang usia pernikahannya masih seumur jagung maupun mereka yang telah puluhan tahun hidup dalam pernikahan. Beberapa orang menyatakan bahwa pasangannya berubah, cintanya tidak seperti dulu lagi, romantisnya berkurang, sering uring-uringan tanpa sebab, tidak ada lagi perhatian kepada pasangan, tidak ada kepedulian lagi, dan lain-lain. Belum lagi keluhan terhadap anak: anak yang tidak taat, memberontak, dan berbagai-bagai persoalan lainnya. Sadarkah kita bahwa situasi ini sangat rawan terjadinya pertengkaran. Apalagi Iblis selalu berupaya mengintip untuk mencari celah dan kesempatan untuk menanamkan pikiran negatif untuk menghancurkan relasi sebuah keluarga. Situasi ini gampang sekali tersulut konflik. Apalagi jika mulai muncul pihak ketiga yang seakan hendak melerai namun sebenarnya menambah masalah. Pihak ketiga yang dimaksud, tentu bisa apa saja dan siapa saja. Pekerjaan, kesibukan, hobby, teman, besty, orang tua, bahkan PIL atau WIL yang seakan menjadi pembanding yang lebih sempurna ketika disandingkan dengan pasangannya.
Hal pasti yang perlu dimengerti dan dipahami bahwa dalam pernikahan pasti akan terjadi perubahan. Apa yang terjadi dulu ketika berproses mencari dan menemukan, akan secara otomatis berubah seiring dengan berlalunya waktu. Hal ini terjadi karena adanya peralihan fokus, kepentingan dan kebutuhan. Masa depan telah menjadi fokus sehingga akan sibuk bekerja. Jika perlu mencari sumber penghasilan tambahan untuk mencukupi kebutuhan. Jika kala dulu berdua bisa jajan bareng, mungkin hari ini akan sulit ketika yang harus ditraktir bisa lebih dari tiga orang. Anak-anak perlu mendapatkan perhatian dan kebutuhanpun akan terus bertambah. Menghadapi ini, banyak yang tidak siap, atau tidak paham. Dikiranya menikah itu akan terus romantis terus seromantis pacaran kala itu. Tidak bisa dihindari, rasa memiliki bisa mengubah segala sesuatu. Dikiranya otomatis akan saling paham kondisi masing-masing. Belum lagi penemuan sifat dan sikap dari pasangan yang baru terjadi setelah menikah terkait dengan berbagai perbedaan dalam karakter dan paradigma. Tidak jarang fokus pada diri sendiri menjadi dominan. Yang pasti, perbedaan ekspektasi, cara, metode, tujuan dan fokus pernikahan, menjadi faktor pencetus terjadinya keretakan dalam membangun rumah tangga. Akibatnya, membangun keluarga menjadi terabaikan. Ironis bukan?
Jemaat yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Untuk meredam kemungkinan terjadinya pemberontakan, Bangsa Babel memiliki sistem politik pecah belah. Ketika sebuah bangsa dikalahkan maka rakyatnya akan diserakkan ke beberapa wilayah jajahan yang lain. Beberapa yang pandai akan diangkut ke Babel dan dipekerjakan sebagai orang penting di pemerintahan. Umat Tuhan terserak karena sistem politik ini. Mereka dicabut dari akar wilayahnya dan dibuang ke negeri lain yang tidak mereka kenal. Mereka tercabut dari kebersamaan dengan orang-orang terdekat dan harus berbaur bersama orang-orang asing di negeri asing. Mereka karus beradaptasi dengan budaya dan bahsa lokal agar mampu bertahan.
Dalam konteks keluarga, bukankah hal sama terjadi saat seseorang memutuskan untuk menikah? Mereka harus tercabut dari keluarga nya demi membangun keluarga baru, dengan orang baru meskipun sudah dikenal sekian lama dalam ikatan pacaran dan pertunangan. Meskipun demikian, tetap saja ada bagian yang belum dikenali, dan baru dikenali setelah terikat dalam ikatan pernikahan. Beradaptasi dengan pasangan, menjadi kunci penting agar mampu membangun komunitas keluarga dengan baik!
Jemaat yang terkasih,
Umat Tuhan di Babel ternyata harus pula berhadapan dengan nabi palsu yang memberikan pengharapan yang semu. Nabi tersebut menyatakan bahwa mereka akan segera kembali ke tanah perjanjian. Itu sebabnya mereka mendorong umat untuk menanti dengan sungguh-sungguh. Celakanya, penantian tersebut membuat mereka hanya berpangku tangan, tanpa berbuat apa-apa. Mereka menyendiri dan mengasingkan diri dari penduduk lokal dan tidak mau terlibat dengan segala yang perlu untuk hidup bermasyarakat.
Hati-hati, bahwa sebuah keluarga pun akan berhadapan dengan berbagai-bagai nasihat palsu yang dilontarkan nitizen! Beberapa keluarga begitu fokus pada masa depan sehingga tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Mereka menjadi tetangga yang tertutup dengan pagar halaman rumah yang tinggi demi keamanan dan privasi. Akibatnya ia tidak dikenal dan mengenal siapapun yang ada disekitarnya! Tidak jarang ditemukan kekuarga rusak, justru karena komentar nitizen yang memberikan nasihat palsu, dengan trik dan intrik yang katanya untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Ingat, setiap keluarga bisa jadi memiliki metode yang berbeda dalam membangun segala sesuatu. Setiap keluarga wajib belajar dari keluarga yang lain, namun bukan untuk menduplikasi begitu saja. Diperlukan kemampuan untuk kreatif dan belajar sehingga terbangun modifikasi dalam membangun kehidupan keluarga.
Jemaat yang dikasih Tuhan.
Terhadap umat Tuhan yang berada di pembuangan, Yeremia tampil sebagai nabi yang diutus dari Tuhan dengan pesan agar umat tidak berpangku tangan. Tuhan memang berjanji akan mengembalikan mereka, dan Tuhan pasti menggenapkan janji-Nya. Meskipun demikian, umat diajak untuk terus berkarya dan terlibat dalam prosesnya. Pertama, umat mendapat perintah untuk membangun keluarga. Ini terkait dengan jumlah umat yang harus terus bertambah, mengingat jumlah mereka yang tidak banyak. Bagaimanapun juga, melalui Yeremia, mereka diingatkan kembali bahwa keluarga menjadi tempat bagi Allah untuk berkarya. Kedua, membuat kebun, sebagai jaminan ekonomi akan masa depan. Mereka harus bekerja untuk mendiri di tanah pembuangan. Ini penting, mengingat sejak awal manusia diciptakan, Allah menghendaki agar manusia dapat mengelola dan menguasai bumi. Ketiga, terlibat aktif dalam kehidupan sosial. Mereka diminta untuk berdoa untuk kota demi kesejahteraan bersama. Dalam hal ini, kehadiran mereka akan menjadi tanda penyertaan Allah atas kehidupan. Pada sisi lain, keterlibatan mereka dalam mensejahterakan kota dapat menjadi kesaksian yang nyata tentang Allah yang hidup.
Mereka berproses dalam waktu. Mereka harus proaktif dalam membangun kehidupan. Dengan demikian bukan hanya kota menjadi lebih baik, keluarga merekapun dapat terbangun dalam relasi untuk membentuk komunitas yang baik dalam Tuhan. Sampai akhirnya nanti, setelah tujuh puluh tahun berlalu akhirnya mereka dapat kembali ke tanah perjanjian.
Jemaat yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus..
Jika kepada bangsa yang terbuang pun, Allah tetap memprioritaskan dibangunnya keluarga, bukankah ini pertanda bahwa selalu ada pekerjaan-pekerjaan Allah yang Ia nyatakan melalui keluarga? Itu sebabnya penting bagi setiap anggota keluarga paham bahwa kehadiran mereka dalam keluarga itu penting. Dalam hal ini Allah tidak pernah salah ketika mempersatukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam ikatan keluarga. Yang perlu diwaspadai ialah sikap keras hati dan mementingkan diri sendiri, itu menjadi lahan subur bagi kehancuran kekuarga. Jadilah proaktif dalam membangun kehidupan keluarga, agar Nama Tuhan dimuliakan dalam keluarga kita masing-masing. Amin
Nas Pembimbing : Matius 19:5-6
Berita Anugerah : Efesus 5:22, 25
Nas Persembahan : Mazmur 147:7
Nyanyian :
- Nyanyian Pembukaan : KJ 1:1-2
- Nyanyian Pujian : PKJ 3
- Nyanyian Peneguhan : KJ 451:1-2
- Nyanyian Responsoria : PKJ 289:1-3
- Nyanyian Persembahan : KJ 287:1-2
- Nyanyian Penutup : PKJ 164:1


Leave a Reply