Shalom!
Manusia tercipta sebagai mahluk sosial akan selalu mengalami perjumpaan dengan sesamanya. Dalam perjumpaan itu seringkali mengalami realita kehidupan yang terkadang terasa menyedihkan dan tidak ada harapan. Akibatnya, manusia menjadi ragu dan mempertanyakan kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Berbagai macam pertanyaan terlontar dalam pikiran, “Apakah Tuhan sungguh mendengar doa-doa saya? Apakah Tuhan mengasihi saya atau justru Ia diam? Apakah Tuhan sungguh-sungguh hadir dalam perjumpaan dengan sesama? Benarkah Dia itu ada dalam realita yang terkadang tidak sesuai dengan harapan?”. Pertanyaan-pertanyaan ini yang cenderung menjadi alasan untuk meragukan kehadiran Allah. Bagaimana dengan kita selama ini, apakah masih meragukan kehadiran Tuhan? Jika kita bicara tentang keraguan akan kehadiran Tuhan dalam realita hidup, ada sosok yang relevan untuk kita teladani, ia adalah Maria Magdalena.
Saudara-saudara, Maria Magdalena adalah orang yang pertama kali tiba di kubur Yesus. Pagi-pagi benar saat hari masih gelap, ia sudah berada di sana. Lantas, apa yang ia lihat di kuburan itu? Kubur tampak kosong dan batu kuburnya sudah bergeser. Maria Magdalena begitu mengasihi Yesus dan kematianNya tentu menyesakkan hatinya. Sehingga ketika melihat kubur itu kosong, ia berlari menjumpai Simon Petrus dan murid yang lain serta menyimpulkan bahwa jasad Yesus diambil orang. Untuk membuktikan hal itu, kedua murid ini bergegas menuju kubur Yesus untuk membuktikan kebenaran dari cerita yang didengarnya. Dan ternyata memang benar. Kubur telah terbuka. Kedua murid itu tidak hanya terpaku pada fakta itu, mereka juga memperhatikan sesuatu yang aneh dimana kain peluh yang menjadi penutup kepala Yesus sudah tergulung dan terletak di tempat lain. Sangkanya tentu sudah terjadi sesuatu yang tidak beres. Akan tetapi, jika mayat Yesus dicuri tentu pencurinya tidak akan melepaskan kain yang dikenakan pada jasad Yesus. Di tengah kekalutan dan tak satu pun yang mengingat perkataan Yesus maka masing-masing sibuk dengan pemikirannya sendiri. Lalu pulanglah kedua murid itu meninggalkan kubur Yesus.
Meskipun kedua murid itu pulang namun Maria tetap tinggal di situ. Ia menangis sendirian hatinya dikuasai kesedihan karena kehilangan Tuhannya. Dalamnya kesedihan membutakan mata hatinya sehingga ia tidak mampu mengenal bahwa orang yang bertanya kepadanya adalah seorang malaikat. Maka ketika malaikat menanyakan alasannya menangis, jawaban Maria sama dengan jawabannya kepada kedua murid yang ia jumpai, “Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan”, (2,13). Maria tidak mengira dan berharap bahwa Yesus akan bangkit. Perhatiannya terfokus pada dugaan bahwa mayat Yesus hilang. Sehingga tidak heran ketika Maria mendengar Yesus berkata, “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?”, ia belum menyadari bahwa yang bertanya dibelakangnya itu adalah Yesus, disangkanya seorang penjaga taman. Dan ketika Yesus memanggil namanya, Maria sadar bahwa itu adalah suara Gurunya, yang ia tangisi sebelumnya. Sangat mungkin ketika Maria mengenali Yesus, ia segera sujud menyembah dan mencium serta memegang kedua kakiNya dengan erat seakan-akan Yesus tidak ingin dilepaskannya lagi. Maria takut jangan-jangan sekali lagi ia bisa kehilangan Tuhannya. Namun, Yesus melarang Maria memegangNya karena Ia belum pulang kepada BapaNya. Yesus kemudian menyuruh Maria untuk memberitahu murid-muridNya bahwa Ia akan pergi kepada Bapa. Mendengar perintah itu, Maria segera pergi dan memberitahu para murid, “Aku telah melihat Tuhan!”. Maria telah menjadi saksi Kristus.
Saudara-saudara, Maria Magdalena menjadi gambaran setiap manusia (kita). Ia mengalami kehidupan yang tidak mudah, berhadapan dengan situasi dan budaya yang menyekitarinya. Dia adalah tokoh perempuan yang dalam budayanya mendapat tempat nomor sekian. Terlebih pada kehidupan beragama, Maria sama sekali tidak bersuara bahkan cenderung tidak ada. Sehingganya Maria Magdalena menjadi gambaran yang pas bagi setiap kita yang mengalami ‘kegelapan hidup’. Maria Magdalena mengalami kegelapan kubur meski raganya berjalan di dunia. Akan tetapi, Pribadi yang menjumpainya mampu mengubah keadaannya. Pribadi itu adalah Dia yang bangkit dari kuburNya dan menyapanya, “Maria” membuatnya terbangun kembali untuk memulai hidup yang baru. Yesus yang menjumpai Maria membawa buah penyembuhan, perjumpaan yang menghidupkan, perjumpaan yang mendamaikan. Maria Magdalena yang mencari namun Tuhan yang menemukan dan menyapanya. Dia yang terpisah dari Allah dan sesama, kini didamaikan kembali. Hubungan yang rusak dipulihkan kembali. Dia yang mengalami kematian, diberi harapan dan hidup baru.
Saudara, sebagai GKSBS keberadaan kita dipanggil menjadi saksi bagi peristiwa besar itu, dan seperti Maria biarlah kita pun berseru, “Aku telah melihat Tuhan”. Memang kita tidak melihat Yesus secara jasmani sebagaimana Maria pada saat itu, namun kita bisa melihat Dia yang hidup melalui firmanNya. Sebagaimana Maria, marilah kita pergi memawartakan apa yang kita lihat secara iman bahwa Yesus sudah bangkit dari antara orang mati dan mengalahkan maut. Tuhan berkenan kepada kita. Namun apakah kita mampu mendengar sapaanNya? Bisa jadi telinga kita dipenuhi dengan suara-suara yang membuat kita tidak mendengarnya. Sekiranya kita semakin peka akan suara Tuhan yang menyapa. Amin.
Leave a Reply