Perbuatlah Demikian Maka Engkau Akan Hidup

Khotbah Minggu, 20 Juli 2025

Warna Liturgi :Hijau
MingguBiasa XVI
Perikop: Lukas 10:25-37

Saudara saudara yang diberkati Tuhan

Dalam sepanjang kehidupan kita, mungkin kita sering mendengar atau membaca kata “PEDULI”, misalnya “Peduli kasih”, ”Peduli Bencana Alam”, “Peduli Palestina” Dan lain-lain. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti; mengindahkan, menghiraukan, memperhatikan. Perikop yang kita baca dan renungkan hari ini adalah sebuah kisah kepedulian yang diceritakan oleh Yesus untuk menjawab pertanyaan Ahli Taurat yang secara sengaja menyampaikan pertanyaan itu untuk mencobai Yesus (ayat.25). Kisah ini bukanlah kisah yang asing, karena dalam momen ibadah seringkali dibuat ceritanya dalam sebuah drama, “kisah orang Samaria yang baik hatinya”.

Untuk memberikan penegasan pada jawabanNya, Yesus menceritakan kisah seorang yang melakukan perjalanan dari Yerusalem menuju Yerikho dan mengalami perampokan bahkan kondisinya mengenaskan karena dipukuli oleh perampok. Jalanan ini memang dikenal jalanan yang berbahaya karena banyak peristiwa perampokan yang terjadi disana, jarak Yerusalem ke Yerikho kurang lebih 27 Km. kondisi jalan yang terjal dan menurun membuat jalanan itu tidak meudah untuk dilalui. Yesus memulai cerita dengan latar lokasi yang nyata bahwa memang semua orang disitu tahu bahwa jalan Yerusalem –Yerikho adalah jalan yang berbahaya dan tinggi tingkat kriminalnya.

Cerita berlanjut dengan kehadiran seorang Imam yang lewat di jalan itu namun tidak menolong orang ini, imam melihat dan melewatinya dari seberang jalan (ayat.31). Demikian juga setelah itu lewat seorang Lewi di jalan itu yang juga melihat orang itu tapi tidak melakukan apa-apa, orang lewi itu juga melewatinya dari seberang jalan (ayat.32). Nampaknya Imam dan orang Lewi ini sedang dalam perjalanan pulang dari pelayanan Bait Allah di Yerusalem, mungkin dalam situasi itu mereka berpikir bahwa orang yang dirampok ini sudah mati (dalam tradisi Yahudi mereka diharamkan menyentuh mayat), sehingga menyingkir adalah pilihan yang paling mudah untuk dilakukan dari pada mereka harus menolong karena jika orang itu benar telah mati maka Imam dan orang Lewi ini merasa akan direpotkan dengan banyak urusan seperti; menjadi tidak tahir karena menyentuh mayat sehingga tidak dapak mengikuti pelayanan Bait Allah sebelum ditahirkan, membayar biaya pemakaman, dan sebagainya. Maka dari pada repot lebih baik menghindar.

Kemudian Yesus melanjutkan ceritanya dengan menampilkan sosok orang “Samaria” baik hati yang bersedia dengan tulus menolong orang itu bahkan membawanya ke penginapan merawat luka dan bertanggung jawab sampai orang itu sembuh. Kesan yang sering dijadikan penelusuran adalah identitas penolong yang adalah seorang Samaria yang dipandang asing oleh orang Yahudi yang tentunya Ahli Taurat sangat tahu bagaimana relasi antara orang Yahudi dan Samaria saat itu hingga menjawab pertanyaan Yesus dengan mengatakan “Orang yang telah menunjukan belas kasihan kepadanya” dan tidak menyebutnya dengan identitas orang “Samaria”. Terlepas dari kesan yang timbul dari kisah ini yang dapat kita renungkan adalah bagaimana kepedulian muncul didasari dengan belas kasihan lalu tergerak untuk melakukan sesuatu (ada tindakan nyata yang dilakukan).

Saudara saudara yang diberkati Tuhan

Mungkin sebagian kita ingat sebuah acara di televisi yang menampilkan orang yang berpura-pura mengalami kesusahan dan mencari pertolongan, lalu kemudian memberikan hadiah bagi orang yang bersedia memberikan pertolongan. Namun jika dicermati hampir seluruhnya orang yang mau menolong adalah mereka yang secara keadaan juga tidak lebih baik dari orang yang ditolongnya. Disatu sisi ini menjadi sesuatu yang memprihatinkan bahwa kepedulian telah menjadi sesuatu yang langka dijumpai dalam kehidupan nyata saat ini. Tetapi di sisi lain kita patut bersyukur bahwa ternyata masih ada orang baik yang bersedia menolong walaupun keadaannya sendiri sedang tidak baik-baik saja.

Kebaikan hati dan kepedulian tidak harus dilakukan dengan hal besar, kebaikan kecil yang kita lakukan akan mampu menjadi besar bagi orang yang membutuhkan. Sebuah kisah lain tentang kepedulian yang terjadi di sebuah perkampungan kecil bernama Mizoram yang dijuluki “kampung termiskin dari kampung yang paling miskin”. Para perempuan Mizoram baik dewasa, muda, lajang, janda atau menikah, selalu menyisihkan segenggam beras di dalam sebuah ember untuk ditabung setiap harinya karena mereka tidak mampu menabung uang. Mereka mengumpulkan beras sebagai bentuk perpuluhan yang akan diberikan ke Gereja, lalu Gereja mengumpulkan beras itu lalu membagikan sebagian untuk menolong orang yang kelaparan dan sebagian lagi dijual, hasil penjualan beras itu digunakan untuk membiayai pelayanan Misi dan penginjilan ke berbagai daerah di India bahkan di luar India. Pelayanan menabung beras ini dikenal dengan sebutan “Buhfai Tham” yang artinya “Segenggam Beras”, sudah dilakukan sejak tahun 1914. Kini setelah lebih dari 100 tahun lamanya “Buhfai Tham” sudah mengumpulkan lebih dari 13 juta dollar pertahunnya dan mendukung pelayanan 1.800 misionaris di seluruh dunia. Kepedulian kecil yang berdampak besar.

GKSBS dalam menghayati kehadiran dan pelayanannya menghidupi nilai antara lain asketisme untuk berbagi (berbagi melalui apa yang ada dalam diri dan apa yang dimiliki), Keadilan yang bepihak (mengutamakan mereka yang membutuhkan). Dalam berbagai aspek pelayanan baik kedalam maupun keluar keterlibatan GKSBS selalu dimulai dengan apa yang bisa dibagikan, dilakukan, dikerjakan, bukan karena kelebihan tapi karena panggilan hati untuk peduli.

Saudara saudara yang diberkati Tuhan

“Dunia ini menjadi tempat yang berbahaya bukan karena orang-orang yang melakukan kejahatan namun karena orang-orang yang diam saja ketika melihat kejahatan terjadi”

Dari permenungan kita hari ini mari bersama kita mengupayakan hidup sebagai sesama bagi orang lain dengan perwujudan kasih yang dibuktikan melalui tindakan nyata. Orang Samaria menjadi contoh kepedulian yang nyata bahkan mengabaikan kepentingannya sendiri dengan berhenti dan menolong walaupun dia tidak mengenal siapa orang yang ditolongnya itu.

Kasih itu bukti tindakan, kasih itu tidak tergantung pada hal di luar kita, kasih itu adalah keputusan kita untuk melakukan sesuatu bagi sesama yang lain. Pilihan ada ditangan kita karena selalu ada hal yang bisa kita lakukan untuk menolong walau hanya kecil dan sederhana. Mewujudkan kasih tanpa bergantung pada respon oranglain, yang terpenting adalah kita melakukannya dengan tulus dan sukacita. Kisah orang Samaria juga hendaknya menjadi kisah kita, menjadi cara hidup kita yang mudah tergerak, mudah peduli, mengulurkan tangan kasih untuk sesama. Tidak perlu banyak teori, tidak perlu banyak kata-kata karena kasih adalah bukti tindakan nyata dimana kita bisa berbagi harapan, berbagi sukacita. Maka jangan pernah berhenti untuk menebar kebaikan melalui tindakan yang tulus yang mampu membuat orang lain mempunyai harapan hidup.

Jika ingin hidup lebih bermakna, mari tebar kasih seluasnya. “Perbuatlah demikian maka engkau akan hidup”. Amin.

Nas Pembimbing         : Yakobus 2: 1-13
Berita Anugerah          : 1 Korintus 1: 26-31
Nas Persembahan      : Amsal 11: 24-25

Nyanyian :

  1. Nyanyian Pembukaan : PKJ 2
  2. Nyanyian Pujian : KJ 14:1-2
  3. Nyanyian Peneguhan : PKJ 46:1-2
  4. Nyanyian Responsoria : PKJ 185
  5. Nyanyian Persembahan : PKJ 147:1-dsc
  6. Nyanyian Penutup : KJ 346:1-2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *