Shalom!
Benar adanya pepatah mengatakan, “Habis manis sepah di buang”, yang menegaskan bahwa setelah tidak berguna atau disukai lagi maka seseorang akan dibuang atau dilupakan. Sekilas pepatah ini sepihak menjadi gambaran sikap para murid pada Yesus yang telah mati tersalib. Mereka yang selama ini bersamaNya seakan tidak lagi mempedulikan keberadaan mayatNya yang masih tergantung di kayu salib. Namun di pihak lain, kita tidak bisa mengabaikan kemungkinan para murid mengalami ketakutan yang hebat kepada orang-orang Yahudi yang baru saja melampiaskan amarah dan kekecewaan mereka kepada Yesus, Guru mereka, yang sudah mati di salib tersebut. Sekalipun demikian, ada seorang yang bukan termasuk dari kedua belas murid Yesus justru berani mengurus mayatNya, dia adalah Yusuf dari Arimatea.
Saudara-saudara
Yusuf dari Arimatea adalah seorang yang kaya, berperilaku baik dan salah satu dari banyaknya orang yang tidak menyetujui putusan hukuman mati terhadap Yesus (Luk. 23:50-51). Apa yang dilakukannya terhadap mayat Yesus? Menjelang malam ia menghadap Pilatus seorang procurator atau Gubernur Romawi yang mengepalai Yudea, Samaria dan Idumea selama tahun 26-36 M. Seorang yang mengadili Yesus berdasarkan permintaan para pemimpin Yahudi, dan sekalipun tidak menemukan kesalahan Yesus yang membuatNya pantas menerima hukuman mati, menyerahkanNya untuk disalib demi menyenangkan orang banyak. Tujuan menghadap itu Yusuf dari Arimatea meminta mayat Yesus dan menguburkan di kuburan miliknya. Setelah diijinkan oleh Pilatus, ia menyediakan kain lenan murni dan menguburkan Yesus di kuburan yang belum pernah terpakai dan ditutup dengan dinding batu. Setelah melakukan semua itu, Yusuf pun pergi meninggalkan kubur dan hanya para perempuan yang masih tinggal di depan kubur tersebut, mereka adalah Maria Magdalena dan Maria yang lain. Sunyi senyap dan semuanya kembali tenang.
Di hari berikutnya, imam-imam kepala dan orang-orang Farisi menghadap Pilatus dan berkata, “Tuan, kami ingat, bahwa si penyesat itu sewaktu hidupNya berkata : Sesudah tiga hari Aku akan bangkit. Karena itu perintahkanlah untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-muridNya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat : Ia telah bangkit dari antara orang mati, sehingga penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya daripada yang pertama”, (63-64). Kata Pilatus kepada mereka : “Ini penjaga-penjaga bagimu, pergi dan jagalah kubur itu sebaik-baiknya”, (65). Dengan menghadap dan memohon kepada Pilatus serta memeterai kubur Yesus, imam-imam kepala dan orang Farisi sebenarnya telah melanggar hukum sabat demi keinginannya untuk memastikan bahwa Yesus benar-benar tersingkirkan. Mereka beranggapan bahwa mayat Yesus akan dicuri dan murid-muridNya hendak menipu orang banyak dengan memberitakan Yesus telah bangkit.
Menurut hukum Romawi, mayat yang mati tersalib boleh diambil oleh keluarga atau kerabatnya untuk dikuburkan dan bilamana tidak ada yang mengambil maka akan menjadi makanan binatang liar. Sementara hukum Yahudi seorang yang mati tersalib tidak boleh dibiarkan tergantung bermalaman karena menimbulkan kenajisan bagi tanah yang diberikan Tuhan (Ul. 21:22-23). Bisa jadi inilah yang melatarbelakangi Yusuf dari Arimatea meminta mayat Yesus dan menguburkanNya di kuburan yang baru.
Kepeduliaan Yusuf mengajarkan bahwa bahwa pelayanan tidak mengenal kata terlambat. Meski Yesus sudah mati, ia tetap menggunakan kesempatan terakhir untuk melayaniNya. Yusuf memanfaatkan kekayaan dan statusnya sebagai anggota Majelis Besar untuk menghadap Pilatus dan menguburkanNya secara layak. Tindakannya bertolak belakang dengan para imam dan Farisi, sekalipun kedua golongan ini bersaing namun dalam hal ini keduanya bersatu menghadap Pilatus dengan tujuan yang berbeda yakni menjaga kubur Yesus agar tidak dicuri para murid. Kebenciannya membutakan mata hatinya pada kebenaran, sehingga melakukan tindakan yang tidak masuk akal. Ironisnya, mengingat perkataan Yesus akan kebangkitanNya di hari ke tiga, namun mereka tidak percaya justru mencurigai para murid akan mencuri mayat Yesus. Permintaan kepada Pilatus untuk mengirim penjaga dan memetarai kubur itu merupakan tindakan sia-sia karena para muridNya masih dilanda ketakutan dan menyembunyikan diri sehingganya tidak mungkin mereka akan mencurinya.
Apa yang bisa diteladani dari seorang Yusuf dari Arimatea bagi pribadi dalam ber GKSBS? Salah satunya adalah memanfaatkan potensi yang kita miliki dalam rangka semakin sungguh-sungguh memuliakan Allah. Tidak sedikit yang memperlakukan Allah seperti pepatah di atas, Allah yang peduli bukan menjadi utama justru menjadi solusi terakhir ketika tidak menemukan solusi / jalan buntu bahkan menyalahkanNya ketika tidak menuruti keinginannya. Kepeduliaan dan kesungguhan Yusuf dari Arimatea dalam memuliakan Allah tampak ketika ia menggunakan kesempatan terakhir melayaniNya, mempersembahkan jabatan, harta, karir dan potensinya. Sebaliknya, tindakan para imam dan orang Farisi mengingatkan kita untuk tidak melawan kehendak Allah supaya upaya kita untuk memuliakanNya tidak berakhir sia-sia.
Saudara-saudara, di Sabtu Sunyi ini mari kita merenungkan kembali peristiwa kematian Yesus. Merenungkan kematianNya adalah kesempatan dimana kita berjaga dan berharap akan kebangkitanNya. Sabtu Sunyi adalah sebuah ruang kosong yang di dalamnya Allah berkarya untuk membuktikan bahwa Yesus pernah ada dalam alam kubur, hal yang manusiawi karena Yesus sepenuhnya juga manusia. Kita juga disadarkan bahwa saat inilah Yesus berjuang melawan maut / kematian, melawan kuasa kegelapan yang sedang membelenggu manusia berdosa. Selayaknya, kita tidak perlu cemas dan takut sebagaimana para murid setelah melihat Yesus tergantung di kayu salib. Akan tetapi mari kita semakin peduli untuk mempersembahkan kehidupan kita sepenuhnya kepada Allah sebagai salah satu wujud kita memuliakanNya. Dengan demikian, kita menjadi murid-murid Kristus yang percaya bahwa keesokan hari, batu besar yang menutup kubur itu akan terguling, dan Yesus telah bangkit. Amin.
Leave a Reply