Temu Kader II Penggerak Petani: Perjuangan Petani Untuk Kedaulatan dan Kemandirian

Yabima Indonesia menyelenggarakan Temu Kader Petani pada tanggal 24-25 Juni 2025 di Rumah Kawan, Jl. Yos Sudarso no 15 Kota Metro. Dalam temu kader ini adalah upaya untuk membuka ruang dialog terkait realita sosial yang saling mempengaruhi.

Temu kader dikuti oleh masing-masing kader dari 6 kelompok dampingan yang berjumlah 14 orang.

Ruang dialog ini mampu memberdayakan semua yang terlibat dalam perjuangan petani mewujudkan kedaulatan dan kemandirian.  Tugas bersama kita adalah bukan saja memberikan penjelasan mengenai apa yang sedang terjadi tetapi lebih pada bagaimana kita dapat bersikap kemudian mengubah apa yang sedang terjadi pada petani.

Pertemuan ini juga diharapkan memberikan output untuk menggali pengalaman-pengalaman petani yang berhadapan dengan hukum dan kebijakan agraria,  memetakan jenis-jenis persoalan dan kasus agraria yang dialami oleh petani, dan peserta memahami proses terjadinya kriminalisasi kepada petani.

Pemaparan Diskusi

Kegiatan diskusi dimulai dengan menggali pengalaman petani, yang dipandu oleh Saudara Matius Serun. Diskusi ini mampu memunculkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kriminalisasi yang dialami oleh petani, baik yang berkaitan dengan lahan, pembakaran lahan, sengketa lahan, surat tanah, dan sertifikasi-sertifikasi.

Proses-proses ketidakadilan dan kriminalisasi yang terjadi ini telah melunturkan kesadaran di kalangan petani  bahwa mereka telah menerima ketidakadilan.  Sebuah situasi takut ketika petani harus berhadapan dengan hukum, takut dipenjara dan takut dicap sebagai mantan narapidana dalam masyarakat. Sehingga situasi tersebut dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk tujuan-tujuan yang melemahkan perjuangan kemandirian petani.

Petani dan Keadilan Agraria

Pada sesi diskusi ini, peserta Temu Kader difasilitasi oleh Yohanes Joko Purwanto, seorang aktivis buruh. Petani dikuatkan kembali melalui cerita seputar serikat buruh, menggali konflik-konflik yang berkaitan dengan hukum di masing-masing wilayah dampingan Yabima, peraturan perundang-undangan yang mengatur sengketa tanah, program-program yang bergesekan dengan petani, tanah yang diakui oleh nenek moyang orang lain, hak sewa, kemitraan, dan pengakuan hak atas tanah yang sulit.

Kasus-kasus di wilayah Purwokencono dan Sidorejo yang sudah lama dari sejak Soeharto. Sidorejo dan Purwokencono ketika sudah menjadi pemukiman dan banyak rumah-rumah didirikan oleh masyarakat, terjadi konflik yang dimulai dari pemerintah yang menjadikan wilayah tersebut sebagai penetapan kawasan hutan.

Kemudian wilayah Sumatera Selatan daerah Blitang tentang masalah pembakaran lahan, juga yang dulunya adalah perkebunan sekarang terdapat program pencetakan sawah, maka lahan karet yang ada harus dibongkar dan kayunya dibakar, kenyataannya mendapat berbagai permasalahan sehingga pemilik lahan ditangkap dan ditawari dengan opsi: damai atau dipenjara. Uang damai yang diberikan juga tidak sedikit, bahkan mencapai 20 juta. Namun di sisi lain perusahaan tebu bebas membakar lahannya tidak ditangkap. Situasi tersebut membuat petani kesulitan.

Yohanes Joko Purwanto juga mengajak peserta untuk menggali secara mendalam apakah dalam konflik yang terjadi ada suatu permianan dari oknum.

Penguatan organisasi petani menekankan bahwa petani harus bersatu, saling menguatkan satu dengan yang lain. Solidaritas adalah kunci untuk keluar dari penindasan yang diterima.

Peran Kader Petani

Dalam sesi ini, peserta diajak untuk mengidentifikasi realitas diskriminasi di komunitas masing-masing dan merumuskan peran-peran kader untuk mewujudkan keadilan. Peserta diajak untuk menggali bentuk-bentuk potensi terjadinya kriminalisasi dan dampaknya serta peran kader baik secara individu maupun komunitas. Dari hasil diskusi yang dilakukan maka dapat didata beberapa bentuk kriminalisasi yang biasa diterima oleh petani, antara lain tanah dan status tanah, konsep kemitraan, penggunaan teknologi yang masif, peraturan pemerintah yang tidak berpihak, dan harga produk pertanian yang tidak bersahabat dengan petani.

Sebagai kader penggerak petani harus berkomitmen untuk membentuk organisasi petani yang solid, membangun jaringan atau relasi terhadap masyarakat, memperlengkapi dengan pengetahuan mengenai hukum, dan sikap tanggap terhadap kondisi dan situasi sosial yang terjadi.

Pewarta: Intan
Editor: admin

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *